Posted by : Lidatan Sabtu, 18 Juni 2016

 Oh! Mr. Hikkikomori
Vanille Yacchan
All Character Naruto © Masashi Kishimoto
NHK Ni Youkoso © Tatsuhiko Takimoto
...
 [Chapter Three : Regret Tears, Suicide, and Message]
...
Warning : OOC SASUKE.
.
.
Jika salah satu saudaramu bertanya, apa sih yang paling menyebalkan di dunia ini? Mungkin di antara beberapa orang akan menjawab hal yang paling menyebalkan adalah kegiatan menunggu. Yeah, menunggu merupakan rutinitas yang kerap kali membuat kita gelisah, emosi, berpikiran pesimis, apalagi orang yang kita tunggu tidak datang tepat waktu rasanya ingin sekali menampar wajahnya dan mengatakan 'berhentilah membuatku menunggu'.

Tetapi, kategori menunggu bukan sesuatu hal yang paling dibenci oleh pemuda kuning yang kini melotot ngeri ke arah komputer layar flatnya.

Uzumaki Naruto dan ketololannya adalah sebuah bukti nyata bahwa pemuda kuning itu sangatsangatsangat membenci dirinya yang begitu tergesa-gesa. Baru saja pemuda Uzumaki itu berniat memformat USB flashdisk miliknya, tetapi karena dirinya yang bisa dibilang terlalu mempercayakan insting daripada otaknya, ia hanya asal menceklis kotak dialog yang tiba-tiba muncul di layar komputer dan mengklik button OK. Alhasil, pemuda kuning itu tiba-tiba menyadari bahwa ia begitu tolol!

Kenapa?

Karena Naruto telah berhasil—atau tak sengaja—memformat hardisk komputernya.
Segera, pemuda Uzumaki itu mencoba menekan shortcut yang tersedia di keyboard guna menghentikan proses pembersihan data. Tetapi apa yang ia dapat? Komputer layar flatnya sama sekali tak merespon. Ia menggebrak keyboard, rasa frustrasi menjalari otaknya.

Akh! Semua data-dataku telah lenyap! teriak batinnya histeris.

Mungkin, jika kalian dihadapkan dengan situasi seperti itu, kalian akan menangis tersedu-sedu dan berteriak sekencang-kencangnya atau lebih buruknya kalian akan memecahkan salah satu barang, baru akan merasa puas.

No-no! Hal yang seperti itu pasti tidak akan mungkin terjadi. Karena Uzumaki Naruto adalah lelaki kuat. Pemuda itu hanya mengutuk ketidakjeliannya yang benar-benar buruk.

Naruto menghela napas lemah, otaknya mulai berpikir apakah kejadian ini merupakan karma yang telah ia lakukan terhadap senpainya? Balas dendam, ya, balas dendam karena senpainya telah melecehkan Mikarin tersayang. Pemuda kuning itu memutar tubuhnya dengan kursi putar, ia menatap nanar ke arah figur gadis maid robo—Mikarin—yang ia letakkan di lemari sudut ruangan.

"Apa yang harus ku perbuat, Mikarin?" bisiknya lemah.

Oh, ayolah Naruto! Kau seharusnya jangan mengajak sebuah boneka robo bicara. Tentu saja, karena ia hanya seonggok karet yang dibentuk menyerupai seorang gadis maid robo. Pastinya ia tak akan mau repot-repot merespon pertanyaan bodohmu.

Tetapi karena Naruto sudah menganggap Mikarin benda hidup, setiap ia berkeluh kesah satu-satunya orang—benda—yang paling tepat mendengarkan curahan hati sang Uzumaki muda ini adalah gadis maid robo miliknya.

Pemuda kuning itu menghela napas lagi, ia hendak bangkit dari duduknya, tapi tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang merangkul pundak tegasnya itu. Alhasil, pemuda kuning itu terhentak di atas kursinya yang empuk.

"Moshi-moshi, Naru-kyuun~~!" seru sebuah suara centil menembus indra pendengaran Naruto. Pemuda itu segera menoleh dan mendapati seorang gadis dengan perawakan yang sama seperti boneka maid robo miliknya keluar dari layar flat komputer yang kini menggelap.

Ya, itu kenyataan. Apa perlu diulang? Seorang gadis dengan perawakan yang sama seperti boneka maid robo miliknya keluar dari layar flat komputer yang kini menggelap.

Uzumaki Naruto tidak hanya penderita akut delusif tetapi ia juga penderita akut nijikon. Pemuda kuning itu terlalu sering mengandai-andai jika Mikarin memang nyata, dan tak dapat di duga sel-sel saraf di otaknya itu mampu merefleksikan figur gadis maid robo yang dicintainya itu benar-benar menjadi nyata—tentu saja hanya ia yang dapat melihat Mikarin.

"Nee, Naru-kyuun, kau ada masalah?" gadis imajinasi Naruto itu bertanya, sepertinya Mikarin menyadari Naruto terlihat tak seperti biasanya.

Naruto menundukkan wajah, aura gloomy terpancar di seluruh tubuhnya, "Semua game yang memuat dirimu, beribu-ribu manga online yang ku download, ero game yang belum kumainkan, link bookmark yang kusimpan, musik anime, data-data dan semua password akun milikku lenyap karena kebodohanku!" jeritnya histeris.

Mikarin mendekap erat bibirnya sesaat, bola mata besarnya yang berbeda warna—jade dan aqua blue—itu terbelalak ngeri, "Mikarin tak tahu isi semua data-data di komputer itu sebegitu penting untukmu, Naru-kun," sahut Mikarin parau. Kini gadis itu menitikkan air matanya, hati gadis itu serasa tercabik-cabik ketika menatap Naruto bersedih.

Mikarin mengulurkan kedua tangannya, menyentuh erat kedua bahu lebar Naruto, "Jangan khawatir Naru-kun. Kau tidak akan sendirian lagi, bukankah Mikarin akan ada untukmu ketika kau sedang susah?"

Pemuda Uzumaki itu megangkat wajahnya, menatap Mikarin yang masih memasang wajah sedih. Ia merasa sedikit bersalah membuat gadis imajinasinya itu menangis demi kebodohannya yang di ambang batas, iris turquoisenya itu berkilat cerah. Sebuah senyuman terpatri di wajahnya. Langsung saja, pemuda kuning itu memeluk erat Mikarin yang selalu muncul di saat kesedihan melanda dirinya.

"Arigatou, Mika-chan."
"He-he-he... Mikarin senang kalau Naru-kun senang," balas gadis itu sembari tangan mungilnya mengelus helaian rambut pemuda kuning itu lembut.
"Mungkin aku mendapat karma karena membiarkan senpaiku kelaparan," tiba-tiba Naruto berujar, ia melepaskan pelukannya. Kontan saja membuat Mikarin mengerutkan keningnya bingung.
"Naru-kun, memangnya karma bisa membuat komputermu seperti itu, ya?" tanya Mikarin sembari dengan pose berpikirnya.

Ah, seketika otak pemuda kuning itu ingat. Ketika ia berhasil membuat gadis imajinasinya itu menjadi nyata, Mikarin muncul dengan sifat polosnya yang membuat Naruto kelimpungan.

"Setahuku, bukankah itu karena kebodohanmu? Ya, kan? Ya, kan?" imbuh Mikarin
Kontan saja, kalimat itu membuat Naruto seperti dihantam batu besar. Kau terlalu jujur Mika-chan, sahut batinnya merana. Kini pemuda kuning itu tersenyum hambar.
"Ah, apakah ucapan Mikarin membuatmu tak senang?"

Naruto hanya merespon dengan tawa hambar yang dibuat-buat. Mikarin nyengir lebar, merasa tak berdosa dengan ucapannnya barusan. Benar-benar cewek naif.

"Mungkin kau bisa mengundang senpaimu itu makan malam di apartemenmu, Naru-kun! Kudengar dari paman Televisi, ia frustrasi kehabisan uang!" sembur Mikarin, kini gadis itu berjalan menuju lemari berisi tankouban-tankouban manga. Ia mengambil salah satu manga dari lemari dan membukanya. Sebuah senyuman terlukis di wajah gadis itu.

Kening pemuda kuning itu mengerut bingung. Bukan! Bukan bingung karena senpainya itu kehabisan uang, hal itu sih sudah biasa. Tapi, karena paman Televisi! Sejak kapan senpainya itu punya kenalan? Dan memangnya ada di dunia ini orang tua dengan rela menamakan anaknya Televisi? Memikirkannya saja sudah membuat gerigi-gerigi otak pemuda kuning itu hampir rusak.

"Ee..to… paman Televisi?" ulang Naruto sembari menggaruk pipinya yang tak gatal. Mikarin yang masih sibuk dengan manganya hanya merespon dengan anggukan singkat.

Kontan saja, ruangan apartemen kecil itu diselimuti oleh gelak tawa Naruto, "Paman Televisi? Hahahaha… Sasuke senpai punya teman aneh! Hahaha…"
Mikarin menjauhkan manganya, menatap Naruto heran. Apa yang lucu dari paman Televisi? Pikirnya. Mengangkat bahu, gadis itu membiarkan Naruto terbuai dengan lelucon garingnya. Mata beda warnanya kembali menatap gambar hitam putih yang terpampang di hadapannya. Sedetik kemudian sebuah tawa halus terdengar dari mulut gadis imajinasi itu.

"Haha… paman Tele…haha…visi…hahaha…" pemuda kuning itu masih saja tergelak dengan lelucon garingnya. Sungguh Naruto, selera humormu cukup buruk.
"Mati aku… mati aku… mati aku… mati aku… mati aku…"

Di sepanjang jalan Sasuke tak henti-hentinya menggumamkan kalimat itu. Pemuda bermarga Uchiha ini sangat kacau. Setelah akal sehatnya berniat untuk menjadi manusia berguna, ternyata takdir buruk masih menghadangnya. Kenapa harus ada gadis itu di sana! Batinnya berteriak histeris. Keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Jika bertemu dengan gadis itu lagi. Ia tak tahu bagaimana menghadapinya nanti. Mungkin lebih baik ia tetap mengurung dirinya di apartemen hingga membusuk. Ya—mungkin itu cara yang lebih baik, pikirnya, kemudian ia menyeringai aneh. Tanpa sengaja dua pasang sejoli yang melintas melihat senyumnya itu. Mereka bergidik dan langsung berlari menjauh.

Sasuke yang melihat itu hanya menghela napas pasrah.

Pasti mereka menganggapku penguntit! Ah! Terlalu lama menjadi hikkikomori membuatku tak tahu lagi bagaimana caranya tersenyum dengan normal. Pikirnya frustrasi.

Ia bergegas melangkahkan kakinya menuju apartemen dan menutupi setengah wajahnya dengan syal hitam yang saat ini ia kenakan.

"Kenapa waktu terasa sangat lamban!" protesnya, karena dari tadi kecepatan kakinya melangkah sama seperti binatang berlendir yang jalannya lamban.
BAAM

Pemuda Uchiha itu menggebrak pintu apartemen sembari berteriak, "DUNIA YANG LEBIH MENYENANGKAN HANYA ADA DI DALAM APARTEMEN INI!"

Segera Sasuke melangkah masuk dan menutup pintu itu dengan keras. Ia tak peduli jika tetangga apartemennya terganggu, yang lebih penting ia harus menyelamatkan dirinya. Dunia luar itu sangat kejam.

Pemuda itu terduduk dan menyandar di pintu. Ia mendesah sembari mengacak rambut buntut ayamnya.

Oh, ayolah! Seperti itu saja kau sudah menyerah? Tiba-tiba Sasuke mendengar sebuah suara di dalam dirinya, ujian hidup yang sebenarnya masih terbentang jauh. Kalau kau sudah menyerah seperti itu, lebih baik kau mati saja sana!

Ah! Benar! Untuk apa ia terus-terusan hidup? Manusia lemah dan rapuh seperti dirinya memang tak pantas untuk bersaing di dunia ini. Lagipula jika ia mati, populasi manusia tak produktif akan sedikit berkurang. Pemikiran yang sangat sempurna.

Sasuke bangkit dari duduknya. Ia mengambil sebuah pestisida, pencair cat, dan memungut kecoa mati yang tergeletak di samping bajunya di lantai.

"Setelah aku mencampur bahan-bahan mematikan ini, lalu meminumnya secara perlahan, pasti rasa sakit menuju kematian itu tak terasa, he…he…he," kekehnya.

Sasuke mulai mencampur semua bahan percobaan bunuh dirinya ke dalam gelas sembari tersenyum mengerikan—layaknya ilmuan gila yang ingin menghancurkan dunia.

… Selesai.

Iris onyxnya memperhatikan gelas itu. Kecoa mati mengambang di atas cairan bening yang baunya cukup menyengat. Apa benar ia cukup waras ingin meminumnya? Tidak! Tidak! Sasuke sekarang memang dalam keadaan sangat sinting!

Dengan ekspresi datar ia mulai menjulurkan tangannya, mengambil gelas yang berada di atas meja. Sasuke menelan salivanya. Setengah bagian dirinya berteriak, 'kau masih bisa kembali, kau masih bisa memperbaiki hidupmu yang menyedihkan itu. Jadi jangan sia-siakan hidupmu!' setengah bagian dirinya yang lain memberontak, 'mati saja sana! Memangnya kau mau seumur hidup tak punya pekerjaan? Jadi perjaka busuk, menambah beban keluargamu saja! Dasar manusia menyedihkan!'

Ia menggelang cepat. Mana yang harus ia pilih? Akkh! Otaknya menjadi gila! Bunuh diri saja susahnya minta ampun! Sasuke menarik napas dalam, pemuda itu sudah memprediksi akan jadi seperti ini. Seolah meblokir semua hasutan yang mengganggunya, pemuda itu menganggukkan kepala, lalu menutup rapat kelopak matanya. Sasuke dengan tegas kembali pada keputusan awal, 'lebih baik mati saja!'

Ini akan menjadi perjalanan yang sangat singkat, bisa saja di kehidupan keduanya nanti, ia akan menjadi bos besar atau yang lebih buruknya ia tetap bereinkarnasi menjadi seorang hikkikomori busuk.

Tak apa! Setidaknya ia pernah berusaha mengubah takdirnya dengan cara mengakhiri hidupnya lalu bereinkarnasi.

Oh! Ayolah Sasuke! Memangnya kau hidup di zaman apa? Pikiranmu sekolot itu? Memangnya ada di dunia ini reinkarnasi? Bisa saja kau menjadi arwah gentayangan yang setiap malam mengetuk pintu rumah orang tuamu dan meminta dicarikan pekerjaan. Semuanya jadi tak masuk akal!

Sasuke mendesah, ia mulai mendekatkan bibir gelas ke mulutnya. Sensasi pestisida dan pencair cat menembus penciumannya.

Ini buruk sekali!

Tiga senti…

Dua setengah senti…

Ekspresi wajahnya mulai mengkerut. Ah! Apakah ia harus benar-benar mati?

Dua senti…

Bagaimana dengan orang tuaku nanti setelah mendengar kematian anaknya? Pikirnya kalut.

Satu setengah senti…

Apakah ia harus mati dengan cara tak elit seperti ini? Ayolah Sasuke, jika kau memang benar-benar berniat ingin mati, cukup teguk racunmu, seketika rohmu melayang menuju alam baka, kemudian selesai.

Satu senti…

Sasuke meringis, ia menutup hidungnya. Sasuke hendak meneguk racunnya dan bersamaan dengan itu pintu depan terbanting keras.

"SENPAI!... UWAAAAAH!"

Naruto bergegas menyingkirkan gelas di tangan Sasuke, "Apa yang kau lakukan? Apa otakmu sudah tak bekerja lagi? Masa kau mau makan itu—" pemuda kuning itu menunjuk sang kecoa mati yang menempel di dinding, pemuda Uzumaki itu menggigil karena ngeri.

Sasuke tertawa hambar, kemudian menelungkupkan tubuhnya di atas meja. Ia mulai menangis keras.
Naruto mengerutkan keningnya, "Senpai! Apa kau sebegitu frustrasinya karena tak punya uang hingga ingin memakan itu? Seharusnya kau bilang padaku kalau kelaparan! Di apartemen masih ada sepuluh dus mie ramen instan."

Ah! Rupanya ada yang salah paham!

"Senpai!" panggil Naruto, Sasuke malah mengeraskan tangisannya.

Dasar baka! Baka! Batin Sasuke berteriak. Kemudian Sasuke mengangkat wajahnya, ia menoleh ke arah Naruto. Air matanya dengan deras mengalir, "Apa yang kau lakukan! Padahal sebentar lagi aku sampai di alam baka!"

Turquoisenya itu membesar, "APA?" sergahnya, kemudian bau pestisida dan pencair cat menembus indra penciuman pemuda kuning itu. Ekspresinya menjadi geram. Sungguh Naruto, responmu lamban sekali.

Naruto mengulurkan tangannya dan menyentuh bahu Sasuke, "Apa yang kau lakukan senpai? Jika kau mati, apa yang harus kujelaskan dengan polisi ketika meminta keterangan kematianmu? La-lalu jika aku dituduh menjadi tersangka, bagaimana hidupku dipenjara nanti? Kehidupanku sebagai penikmat 2D berakhir!" sergahnya sembari mengguncang-guncang tubuh Sasuke.

Sasuke dengan cepat menyingkirkan kedua tangan Naruto di bahunya, "Kenapa kau malah mengkhawatirkan dirimu sendiri? Kau lebih senang kalau aku mati jauh-jauh dari apartemen ini, begitukah?"
"Bu-bukan begitu!" sahutnya kemudian, "hanya saja—aku tak pintar kalau berurusan dengan polisi. Aku jadi gugup, tahu!" semburnya.
"Aku tidak peduli! Yang jelas, kau sudah menghancurkan ritual pembebasan roh di dalam tubuhku!"
Naruto tersenyum kecut, pemuda kuning itu berpikir mental senpainya ini benar-benar sudah tak bisa diselamatkan! Ia mendesah, "Lebih baik kau ke apartemenku saja senpai!"
Satu alis Sasuke terangkat, "Hah?"

Tanpa basa-basi Naruto menarik senpai menyedihkannya itu ke apartemen miliknya.
"Oh, jyadikwaubwetmu dwengan gwawis witu?"
Sasuke meringis jijik, "Telan dulu makananmu ketika kau hendak bicara! Menjijikan!" lalu Sasuke menyesap Oolong tea perlahan, ah~ sekarang dirinya lebih tenang.

Pemuda kuning itu menelan makanannya, seketika ia tersedak, segera meraih minuman di hadapannya, lalu meneguknya dengan cepat, "Gwuah! Ahahaha… gomen… gomen…"
"Kau menjijikan!" gumam Sasuke menatap Naruto datar.

Kau lebih menjijikan senpai, balasnya dalam hati. Naruto tak mau mencari masalah dengan senpainya sekarang. Bisa-bisa nanti ia jadi korban pembunuhan setelah apa yang ia lihat tadi, "Jadi, kau bertemu dengan gadis itu?" ulangnya lagi mengklarifikasi.
"Hn! Bukankah aku sudah menjelaskannya tadi? Gadis kemarin, yang melihatku hendak membuang boneka laknatmu itu!" sahutnya sembari memejamkan matanya sesaat.

Entah kenapa ada perasaan senang di dalam diri Naruto. Ternyata Sasuke senpai kena batunya!

"Kenapa kau terlihat senang?" sembur Sasuke yang sadar akan ekspresi pemuda kuning itu. Segera Naruto mengelak, "Ti-tidak! Aku hanya berpikir, mungkin saja gadis itu ditakdirkan menyembuhkan penyakit hikkikomorimu itu, senpai!"
"Kau mengigau ya?" sahut Sasuke dengan enteng, "Di dunia ini sudah menjadi aturan kalau mengigau itu hanya saat tidur saja. Jadi enyahkan pemikiran itu dari otak dangkalmu!"
Naruto terpancing emosi, rasanya ia hendak sekali merobek-robek mulut senpainya yang tak ada manis-manisnya itu. Dengan segera pemuda kuning itu ingat, hari ini ia tidak boleh marah. Hari ini hari spesial untuk menyenangkan hati senpainya itu. Naruto tertawa tertahan, "Benar juga katamu, sen-pai!"

Sasuke medesah, ia tak sadar jika ada aura membunuh menguar di tubuh Naruto. Onyxnya itu memandang Naruto yang menunduk, pemuda Uchiha itu jadi bingung. Seharusnya yang di sini menderita itu dirinya, kenapa pemuda kuning itu yang terlihat nampak menderita? Dasar Sasuke bodoh! Naruto terlihat menderita karena memendam amarahnya!

Lalu, onyxnya mengarahkan atensinya ke arah komputer layar flat milik pemuda kuning itu.

Gelap.

Hari ini ia tak mendengar bunyi berisik dari soundtrack anime yang diputar Naruto. Otaknya yang pintar itu menyimpulkan, jadi karena 'itu' ya?

"Hei! Ada apa dengan komputermu?"

Naruto mengangkat wajahnya perlahan, tak disangka ekspresinya langsung memucat—layaknya jasad tak bernyawa. Sepertinya Sasuke sudah salah membahas mengenai hal itu, dengan kikuk ia menyela, "Ah, lupakan saja!"

Setelah itu keheningan melanda, Naruto masih berkutat dengan kesedihannya, sedangkan Sasuke ia merebahkan tubuhnya di lantai tatami. Ia mendesah, otaknya berpikir, ternyata keluar dari dunia hikkikomori itu sangat sulit.

"Hei, Naruto?" panggil Sasuke, Naruto dengan wajah merana menatap senpainya, ia bergumam 'ada apa?'
"Seandainya keadaan Tokyo tidak seperti sekarang, apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan tetap berimajinasi dengan karakter tak nyata di otakmu?"
Kening Naruto mengerut, ada apa tiba-tiba senpainya bertanya seperti itu? Tidak biasanya. Lalu ia mengerang, "Entahlah! Mungkin tidak," ia mengangkat bahu, lalu melanjutkan, "ya, mungkin aku akan membantu orang tuaku di desa dan melakukan suatu perubahan."
Sasuke mendengus mendengar jawaban Naruto, "Baguslah kalau begitu," sahutnya simpel, seketika membuat pemuda kuning itu bingung luar biasa, "Apa maksudmu, senpai? Kau hanya mengetesku ya?"
"Tidak! Aku hanya terlintas berpikiran seperti itu. Ternyata jawabanmu cukup keren juga," Sasuke tertawa kecil, Naruto mendesah. Pemuda kuning itu balik bertanya, "Lalu, bagaimana denganmu? Apa yang akan kau lakukan, senpai?"
"Hmmm… mungkin aku akan tetap menjadi hikkikomori. Karena pada dasarnya, aku tak tahu bagaimana cara mengubah kehidupanku," sahutnya sembari tersenyum kecut.
"Senpai! Kau menyedihkan sekali!"
"Hn! Aku tahu itu!"

DRRRRTTTT DRRRRTTTT

Tiba-tiba ponsel Sasuke bergetar, pemuda Uchiha itu merogoh kantung celana jeansnya. Naruto yang berada di seberang meja nampak penasaran, "Langka sekali aku melihat kau menerima pesan, senpai!"
"Kau penguntit ya? Kenapa kau tahu aku jarang menerima pesan?"
Naruto meringis mendengar tuduhan senpainya itu, "Kau gila ya? Kau itu hikkikomori, bukankah kenalanmu saat SMA hanya aku dan si gadis menyebalkan itu? Dan aku yakin temanmu saat SMP dan SD tak akan mengingatmu."
"Kau sok tahu!" balasnya dingin.
Segera Sasuke membuka ponsel layar sentuhnya, kemudian membuka sebuah pesan dari nomor tak dikenal. Seketika onyxnya itu terbelalak tak percaya.

From : 0777xxxx
Dear Uchiha Sasuke-dono
Kau telah terpilih menjadi kandidat terbaik sebagai projek penelitianku. Jika kau ingin 'Hikkikomori'mu disembuhkan, temui aku di Sanda Park, jam 9 malam.
PS : Kau bisa sekalian ambil CV yang tertinggal di perpustakaan

Haruno Sakura

Ini tak salah lagi! Pesan ini dari gadis itu!

Bagaimana ia tahu nomor ponselku? Pikir Sasuke kalut. Ah! Ya! Pemuda Uchiha itu ingat, ia menuliskan nomornya di belakang kertas CV miliknya.

Lalu bagaimana gadis ini tahu tentang penyakit hikkikomoriku? Apakah gadis ini peramal? Sasuke menggeleng cepat, tak mungkin! Tampang peramal biasanya agak mengerikan. Sepertinya pemikiran aneh Naruto menjadi kenyataan.

Lalu apa yang harus ia lakukan? Pilihan pemuda itu hanya ada dua ; datang ke tempat perjanjian atau acuhkan saja gadis itu.

Akkh... memikirkan hal itu membuat otaknya hampir meledak, sedangkan Naruto, ia menaikkan satu alisnya ketika melihat kelakuan senpainya itu tiba-tiba agak sinting.

"MEMBINGUNGKAAAAANNN!"

Sontak apartemen kecil itu diisi teriakan Sasuke yang benar-benar sudah sangat kacau.
.
.
.
.
To Be Continue...

Maaf Baru posting sambungan FF absurd ini. Kalian bisa berkunjung ke akun FFn saya, author penname saya Vanille Yacchan

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Lidatan - Gumi - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -