Posted by : Lidatan Rabu, 19 Oktober 2011


“—I always looking when you smile. With that smile— making my heart beating. I guess I fallin’ in love with you. You’re my first love, now and forever ever.“

Author : sHyning soHee

Cast : Lee Taemin, Choi Sohee, Kang Yoorin, Yoo Seungho

Genre : Romance/Friendship/Hurt/Comfort/Angst

Rated : T

Length : One Shot

Warning : Fic ini didedikasikan untuk semua orang yang cinta pertamanya tak bisa diraih, sama

kayak author, hahahahaha... let’s check it out.


First Love? Apa itu? Nama makanan? Itulah pertanyaan dibenakku sewaktu aku masih berumur 7 tahun. Ya— mungkin memang terkesan berlebihan. Tapi begitulah pikiran seorang bocah. Aku ini gadis pemalu yang tidak terlalu senang bersosialisasi. Untungnya aku masih mempunyai 3 orang sahabat. Kami berjanji selalu mendaftar ke sekolah yang sama, dan yap! Sewaktu SD dan SMP kami selalu sekelas, entah keajaiban apa yang Tuhan berikan kepada kami.


“Kau seperti orang Belanda!!” Seru seorang bocah lelaki. Yap itu dia! Laki-laki yang bernama Lee Taemin. Setiap kali aku dekat dengannya rasanya aku selalu canggung. Aku tidak bisa lama-lama menatap matanya. Aku selalu gemetar. Jantungku berdetak kencang. Entahlah kenapa aku jadi begini. Oh Tuhan! Apakah aku akan mati muda hanya gara-gara berdekatan dengannya? Dan perasaan ini ketika umurku 7 tahun nampak biasa-biasa saja. Makanya aku sering menghiraukannya. Tapi sekarang, ah—rasanya berubah drastis. Err—kau tahu? rasanya seperti seorang tentara amatir yang menghadapi musuh.


“—hei ada apa?” Tanyanya sambil menyentuh pundakku. Aku mendongak mencoba menatap wajahnya walaupun sedikit gemetar.

“A—apa potongan rambutku seperti orang Belanda? Dan dengan rambut keriting ini?” Tanyaku menundukan wajahku lagi.

Ne—siapa yang menyuruhmu memotong rambutmu seperti itu, eh?”

“E— i...itu eommaku! Dia yang menyuruhku.”

“Hei! Kenapa kau dari tadi menunduk saja? Apa kau sakit?”

“Eh—i..itu—“

“Hei!! Apa yang kalian berdua lakukan disini?”


Kami berdua reflek menoleh kearah sumber suara yang menyapa kami. Ternyata dua sahabat kami. Kang Yoorin dan Yoo Seungho.


“Ti—tidak apa-apa!” Jawab Taemin gugup dan ia reflek memalingkan wajahnya kearah jendela kelas. Aku sekilas dapat melihat semburat merah menghiasi pipi putihnya itu. Aku sedikit tersenyum dengan tingkah konyolnya.

“Wah! Rambut baru, yah?” Yoorin menyentuh rambutku. “Kau nampak terlihat cantik dengan rambut barumu itu.” Ia memujiku dan tersenyum manis kearahku. Bagaimana reaksiku?Ah—jangan tanya lagi? Mukaku memerah seperti kepiting rebus.

“JELEK!! Aku tidak suka dengan rambut barunya! Dia seperti orang Belanda!” Yoorin dan Seungho reflek menoleh kearah Taemin dengan tatapan apa-apaan-kau-?-dasar-gila.

“Apa yang kau bilang? Coba lihat dia?—“ Yoorin menarikku kehadapan Taemin dan mengibas-ngibaskan rambut baruku kearahnya. Aku sangat malu, dan itu sukses membuat mukaku memerah lagi. “—dia sangat cantik!! Kau saja yang buta! Ireon pabo!!” Ucap Yoorin yang sambil memeletkan lidahnya.

“Su—sudahlah, Yoorin. Mungkin Taemin benar aku tidak cocok dengan potongan rambut ini.” Ucapku sambil menenangkan Yoorin.

“Apaaaa?? Kenapa kau setuju dengan perkataan orang bodoh di depanmu ini, eh? Apa kau tidak tahu aku ini seorang fashionista. Jadi aku tahu stylist rambut yang cantik itu seperti apa.” Ucapnya sambil membanggakan dirinya.

“Cih—dasar kampungan!! Aku tidak heran kenapa kau selalu saja berdandan berlebihan seperti itu—“ Taemin menunjuk kearah bibir Yoorin yang lipgloss-nya terlalu tebal. “—kemudian itu—“ Ia menunjuk kearah bulu mata Yoorin yang mascara-nya berlebihan. “—dan itu.” Ia menunjuk kearah dua pipi putih Yoorin yang terlalu merah mungkin dikarenakan blush on terlalu berlebihan. “Kau mau jadi tante-tante yah? Dengan penampilan seperti itu?”

“Hah? Yang benar saja?—“ Yoorin merogoh tasnya, dan seketika ditangannya sudah ada cermin berbingkai putih. Ia arahkan cermin itu kewajahnya. “—astaga!! Aku seperti orang gila. Pantas saja dari tadi semua orang senyam-senyum kearahku dengan tatapan mengejek. Hah—ini gara-gara tadi dirumahku mati lampu, tahu?”

“Ah—terserah kau saja. Kau itu masih SMP. Kenapa sudah berdandan seperti ibu-ibu, sih?”

“Kau menilaiku masih anak-anak? Enak saja? Sebentar lagi kita akan LULUS, dan juga aku ingin terlihat cantik agar semua pria melirikku. Hah—sendirian itu tidak menyenangkan.” Yoorin memasang wajah melas dihadapan kami.

“Hah—kau itu terlalu cepat dewasanya. Nanti kau cepat tua, dan cepat mati.” Cibir Taemin.

“Apaaaa? Asal kau tahu saja ya? Kau itu satu-satunya diantara kami yang belum dewasa. Apa-apaan tidur saja masih mengemut bemphol—“


Taemin reflek membekap mulutnya Yoorin. Aku yang melihatnya nampak heran. Memangnya apa sih kata-kata selanjutnya yang akan dikatakan Yoorin, tadi?


“Ahahaha— Sohee lebih baik hiraukan saja ucapan Yoorin tadi, okey?”

“bhei lebhaskhaaannnn—“

“Hei!! Kalian!! Ini sudah jam 7. Lebih baik hentikan pertengkaran kalian yang kekanak-kanakan itu? Kalian mau ditonton oleh semua anak dikelas ini?”


Kami bertiga menoleh kearah sumber suara tersebut. Oh—tentu saja itu adalah suara Seungho. Kami melupakannya hanya gara-gara pertengkaran kecil diantara Taemin dan Yoorin.


“O.K! O.K!” Taemin melepaskan bekapan tangannya dari mulut Yoorin.

“PWWWUUUUAAAH!! Dasar bodoh, kau mau aku mati yah?—“

“Sudah ku bilangkan? Jangan.berkelahi.lagi, mengerti?” Seungho yang sedari tadi duduk di kursinya menatap kami dengan tatapan horor dan datar. Well—kau tahu? Seungho itu mempunyai wajah stoic yang mengerikan. Makanya kami selalu takut padanya apabila dia sudah marah. Benar-benar menakutkan.

“O—oke!!” Ucap kami gagap.

#####

(SKIP TIME)


“Aaah—Kim seongsangnim tadi benar-benar deh! Aku frustasi dibuatnya. Apa-apaan guru itu? Seenak dengkulnya memberi tugas akhir begitu banyak—“ Yoorin menunjuk-nunjuk buku pelajaran Fisikanya dengan wajah sebal. “—sebentar lagi kan kita lulus. Untuk apa repot-repot memberi tugas akhir? Menyebalkan.” Ia mengerucutkan bibirnya tanda tak setuju. Aku hanya bisa tersenyum melihat ulahnya itu.

“Yoorin. Kalau kau mau, kita bisa mengerjakannya bersama-sama.” Ucapku tak lupa tersenyum.

Jinjaaaaa?? Kau memang malaikat penyelamatku!!” Ia langsung memelukku erat hingga aku susah bernafas.

“A—Yo—Yoorin ak—aku tidak bisa bernafas.”

“Ah—mian!! Aku tidak sengaja. Habisnya aku terlalu senang sih?” Ia nyengir lebar. “Eh—bagaimana kita ke kantin sekolah. Aku yang traktir deh! Mau kan Sohee?”

“I—iya! Aku mau kok!!”

“Hiyaaaa—“ Ia memelukku lagi dengan erat. “—mian, ehehehe— aku kelewat senang.” Lagi-lagi ia tersenyum. Ah—aku ingin seperti Yoorin selalu tersenyum, walaupun ia senang atau sedih. Ia selalu jadi panutan hidupku. Aku yang gadis biasa dan pemalu ini hanya seperti bunga kuncup yang belum indah pada musimnya. Ketika Yoorin ada disampingku, dia bagaikan musim semi yang seketika membuat semua bunga-bunga bermekaran. Ya—dengan senyuman manisnya itu. Aku ingin seperti dia. Selalu membuat orang-orang didekatnya merasa hangat dan bahagia.

“Hei!! Kenapa kau dari tadi diam saja?” Yoorin mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajahku. Reflek aku langsung terkejut karena aku melamun.

“E—tidak apa-apa Yoorin.” Aku menatap disekeliling tempat ini. Hei!! Ini bukan kantin. Ternyata Yoorin menggandeng tanganku kesebuah taman belakang sekolah. “Hei!! Ini bukan kantin Yoorin?“

“Psst—“ Ia menyuruhku diam dan mendekat kearahnya, yang kini berdiri disebelah tanaman hias yang cukup tinggi, lebat dan rimbun. “—kau mendengar sesuatu?” Tanyanya berbisik. Aku mencoba menajamkan pendengaranku. Lalu aku mengangguk kearah Yoorin. Aku lihat ia tersenyum. Bukan!! Ia menyeringai, tepatnya. “—dengarkan baik-baik Sohee.” Aku mengangguk tanda mengerti.

“—memangnya ada apa sih, kau menyuruhku kehalaman belakang sekolah ini?” Terdengar nada baritone memecahkan kesunyian. Nampaknya itu suara laki-laki.

“Erm— ak...aku—“ Kali ini terdengar suara khas perempuan. Tapi terdengar dari nada suaranya, sepertinya ia gugup.

“Cepatlah!! Aku tidak punya waktu Han Eunkyung.”


Aku tersenyum kecut, bukankah Han Eunkyung itu nama seorang yeoja populer di sekolah ini? Tentu saja mengalahkan kepopuleran Yoorin.


“A—aku MAU KITA PACARAN, TAEMIN-SSI!!”


Aku dan Yoorin yang sedari tadi mencuri dengar pembicaraan kedua insan itu membulatkan mata, tak percaya. Tanpa aba-aba lagi hatiku terasa sesak, sesak sekali, karena yang dinyatakan cinta adalah Taemin. Ada apa ini? Apakah ini penyakit dari Tuhan gara-gara mendengarkan pembicaraan orang lain tanpa sepengetahuan orang itu? Ah— rasanya aku lemas sekali. Apa Yoorin juga merasakan apa yang aku rasakan, ya?


Mian—Eunkyung!! Aku sudah punya orang yang aku sukai. Kuharap kita bisa berteman saja.”

“A—Taemin-ssi!! Gwaenchana!! Aku sudah lega mengutarakan perasaanku ini, karena selama ini aku menyimpan perasaan suka terhadapmu. Gomawo Taemin-ssi sudah mau mendengarkan.”

“Aaah—Taemin pabo!! Kenapa dia menolaknya?” Aku mendengar gerutuan Yoorin, sepertinya ia kesal. Tapi—aku, ketika Taemin menolak yeoja itu. Sekarang aku malah sehat. Malahan rasanya begitu menyenangkan. Sehingga aku tak sengaja tersenyum begitu lebar.

“Hooi!! Kenapa kau malah tersenyum? Aaah—atau jangan-jangan kau suka pada Taemin ya?”

“A—apa? I—itu tidak mungkin Yoorin!” Aku berusaha menutupi wajahku yang memerah karena dituduh menyukai Taemin.

“Bwahahahahaha. Andai saja aku membawa cermin. Aku akan memperlihatkan ekspresi wajahmu tadi. Sungguh lucu tahu, ahahahahaha.”

“Aaah—Yoorin kau membuatku tambah malu.”

“Hahaha—aku hanya bercanda. Mian Sohee. Aku jadi penasaran. Siapa sebenarnya yang disukai Taemin, sehingga ia menolak Eunkyung.”

“A—iya. Aku juga.”

Aku lihat Yoorin tersenyum lebar. Mungkin ia mendapatkan sebuah ide.

Kajja, kita kekantin.” Ia menarik tanganku yang bebas menuju kearah kantin yang kini penuh dengan semua siswa-siswi SMP Daegu.

####

“Oi—oi!! Park Seongsangnim killer itu tidak masuk kelas. Katanya dia menjenguk istrinya yang sakit. Hoaam—merepotkan saja!” Ucap ketua kelas kami. Reflek semua siswa-siswi berteriak heboh. Bayangkan saja seperti orang-orang miskin yang mendapatkan beras Raskin.

“Eeh? Jinja? Gyahahahahahahahaha—Hore!! Gomawo Tuhan. Aku tidak bertemu dengan guru mengerikan itu.” Teriak Yoorin sambil menangkupkan kedua tangannya seperti orang berdoa.

“Hei!! Bisakah kau kecilkan volume suara cemprengmu itu Yoorin?”

Yoorin menoleh kearah sumber suara yang mengejeknya. Ya—aku sudah bisa menebaknya siapa. Tentu saja Lee Taemin. Mereka berdua itu selalu bertengkar.

“Kau yang diam!! Dasar teman tidak berguna. Kau selalu saja tidak bisa melihatku senang.”

“Memang benar!! Kau tidak bisa dibiarkan terlalu senang. Nanti kau malah merusuh.” Ucap Taemin santai yang matanya masih setia membaca komiknya.

Mwoooooo??” Yoorin reflek berdiri dari kursinya dan menunjuk-nunjuk wajah Taemin dengan jari lentiknya.

“Ada apa? Memang benar kan?” Ia mendongak menatap Yoorin yang memasang tampang super kesal.

“Cih—kurang ajar kau!!—“ Tiba-tiba Yoorin menyeringai. Aku dan Taemin yang menatap ekspresi wajah Yoorin yang seketika berubah, bertanya-tanya, ada apa? “—ha? Taemin. Apa tadi ketika jam istirahat, ada sesuatu pengalaman yang tidak bisa dilupakan, eh?” Ia mengangkat kedua alisnya menggoda Taemin.

“Apa maksudmu?” Seketika ekspresi wajah Taemin berubah gugup.

“Kau jangan pura-pura tidak tahu Taemin. Aku tahu loh Eunkyung menyatakan cinta kepadamu!” Ia sengaja berbicara pelan sewaktu menyebutkan nama Eunkyung, dan itu sukses membuatku mengingat kejadian istirahat tadi. Tiba-tiba tubuhku bergetar, dan jantungku berdetak kencang. Aah—apa aku gugup? Karena ketahuan menguping.

“Ha—kau menguping yah! Dasar tidak tahu diri!!”

“Hahaha—tentu saja!! Itu kesempatan yang tidak datang dua kali. Tapi kau itu terlalu bodoh Taemin kenapa menolaknya?” Ucap Yoorin kesal.

“Itu.bukan.urusanmu!!” Ucapnya dengan setiap penekanan di kalimatnya.

“Cih—ireon pabo!! Oh—ya!! Ngomong-ngomong siapa yeoja yang kau sukai itu? Sampai-sampai Eunkyung yang primadona di sekolah ini kau tolak? Apa dia lebih cantik daripada Eunkyung, eh?” Seketika wajah Taemin berubah menjadi merah, mungkin dia malu. Lalu ia menundukan wajahnya.

“Aah—kau menyebalkan. Jangan ikut campur urusanku!” Ia beranjak dari kursinya, dan berlenggang menuju pintu kelas. Mungkin dia akan keluar.

“Hei!! Kau mau kemana?”

“Menjauh darimu Yoorin. Aku tidak mau diintrogasi lebih lanjut. Bye!!” Ia melambaikan tangannya sambil tersenyum manis kearah kami, dan masih dengan wajah yang memerah. Ketika aku melihat senyumannya. Kusentuh dadaku. Rasanya detakan jantung ini lebih kencang dari sebelumnya, tapi—rasanya nyaman, aneh? Aku masih menatap punggungnya yang berjalan meninggalkan kelas. Dia seperti—secercah cahaya putih yang bersinar. Tanpa sengaja aku tersenyum bahagia. Mungkin dia orang kedua bagiku seperti musim semi yang menghangatkan.

Geez—orang itu!!”

“Sudahlah Yoorin.” Akhirnya Seungho berbicara tetap dengan wajah stoic-nya. Kami berdua reflek menoleh kebelakang. Ya—tempat duduk Seungho dan Taemin tepatnya.

“Aku tidak mau!! Dia itu menyebalkan. Aku benci dia!!”

“Kau tahu—“ Seungho menjeda pembicaraannya sejenak. “—benci dan cinta itu hanya terhubung dengan benang yang sangat tipis. Mungkin saja kau nanti malah jatuh cinta dengannya.”


Kami berdua tersentak. Benarkah begitu? Mungkinkah? Yoorin menyukai Taemin? Dan Taemin juga menyukai Yoorin? Mereka ‘kan selalu bertengkar?


Mwo? AKU TIDAK MUNGKIN JATUH CINTA PADANYA!!” Yoorin berteriak kesal kearah Seungho. “Lagipula bukan tipemu saja membaca majalah itu.” Yoorin menunjuk kearah majalah yang tergeletak di atas meja Seungho.

“Apa yang kau katakan tadi?” Ia menatap horor kearah Yoorin. Aku lihat Yoorin bergidik ngeri.

“Aaa—tidak apa-apa. Bolehkah aku meminjam majalahmu itu Seungho?” Ucap Yoorin dengan memasang tampang dimanis-maniskan(?)

“Hn!” Ucapnya singkat.

“Ucapan ambigu macam apa itu? Membingungkan.” Gumam Yoorin. Seungho mendelik kearah Yoorin.

“Aa—hiraukan saja ucapanku tadi. Aku pinjam ya?” Yoorin memasang wajah tersenyum yang dipaksakan. Lalu ia berjalan mendekati meja Seungho dan mengambil majalah itu.

“Ayo Sohee!”

“Kemana?” Tanyaku.

“Kebelakang sekolah. Lagipula Park seongsangnim tidak akan masuk sampai waktu istirahat.”

“Aa—iya!”

####


(NORMAL POV)


Ya—Taemin!” Taemin menoleh kearah sumber suara yang menyapanya.

“Dongwook? Ada apa?”

“Kau disuruh Hyojin seongsangnim keruangannya. Oh—ya jangan lupa bawa Choi Sohee juga.”

Ne! Gomawo!”

Ne! Cheonmaneyo!”


Taemin berbalik menuju kelasnya yaitu IX-2. Ia menggeser pintu kelasnya, dan masih melihat semua siswa-siswinya sibuk dengan kerjaannya masing-masing. Sepertinya Park seongsangnim tidak akan datang. Terlihat hampir semua gadis-gadis bergosip ria. Para siswa ada yang tidur, ada yang main game di handphone-nya. Lalu iris matanya menangkap Seungho yang membaca buku setebal kamus Oxford itu. Ia berlenggang menuju Seungho.


“Hei!! Kau lihat Sohee?”

“Aah—dia! Dia tadi bersama Yoorin kebelakang sekolah!” Ucapnya yang matanya masih setia menatap buku bacaannya.

Thanks!” Ucap Taemin. Ia meninggalkan kelas dan menuju kebelakang sekolah untuk menjemput Sohee.


(END NORMAL POV)


####


“Kau ingin mendengar tanda-tanda seseorang mengalami ‘JATUH CINTA’, Sohee?”

“Memangnya ada? Tidak kalah dengan penyakit saja!” Yoorin tersenyum mendengar jawabanku, lalu ia mengacak rambutku.

“Kau polos sekali. Tentu saja ada! Coba lihat ini!” Ia menunjukkan kesebuah artikel di majalah yang dipinjam Yoorin kearahku. “Mau kubacakan, Sohee?” Aku mengangguk tanda setuju.

“Erm—beberapa tanda-tanda orang jatuh cinta. Pertama tersenyum ketika mendengar suaranya, kedua dia adalah segalanya dari apa yang kamu pikirkan, ketiga detak jantung kian cepat sewaktu kau berdekatan dengan dia, keempat selalu merasa tidak nyaman ketika dia jauh, dan terakhir wajahmu akan memerah ketika bertatapan dengannya. Sudah lama aku tidak merasakan jatuh cinta, hahaha.” Tawanya histeris.


Apa? Benarkah itu? Itu seperti gejala penyakitku saja ketika aku berdekatan dengan Taemin. Apa—apakah aku jatuh cinta dengan Taemin? Tidak mungkin ini tidak mungkin. Oh Tuhan kami ‘kan bersahabat.


“Hei—ada apa?” Yoorin heran menatapku yang tiba-tiba menggelengkan kepala.

“E—eh? Tidak apa-apa Yoorin.”

“Jangan-jangan kau merasakan hal yang sama ya— yang tertera di dalam artikel majalah ini?” Tundingnya.

“A—aapa? Hahaha—tidak mungkin. Memangnya ada yah namja yang membuatku jatuh cinta seketika?”

“Mungkin saja Taemin—“ Ia menyentuh dagunya dengan ujung jari telunjuknya. “—atau Seungho yang menakutkan itu. Ah—tapi tidak mungkin kau jatuh cinta padanya. Bersikap manis dengan yeoja saja dia tidak pernah? Mana mungkin?”

“Yo—Yoorin. Kau salah! Aku tidak jatuh cinta pada siapapun. Mereka berdua kan kuanggap teman. Ah—tepatnya sahabat. Sama seperti kau.” Aku mengembangkan senyum. Ya—aku mengatakan hal itu dengan tersenyum. Aku tidak mau aku sendirian lagi. Aku tidak mau mereka meninggalkanku. Aku ingin mereka tetap menjadi sahabatku selamanya.

“Kau, menganggapku sebagai sahabat?” Lalu ia memelukku. “Gomawo Sohee.” Aku mengangguk yang artinya ‘sama-sama’. Lalu ia melepaskan pelukannya. “Lain kali kita jalan-jalan. Mencari namja keren. Hahaha—lalu kita double date. Pasti asyik!!”


Aku mengangguk tanda setuju.


Ya—seharusnya aku yang berterima kasih kepadamu Yoorin. Kau mau menjadi temanku. Bahkan kau seperti musim semi bagiku. Kau cantik, ceria, baik hati, dan membuat semua orang merasa bahagia. Itulah dirimu.’ Batinku.

“Hei! Kenapa kau jadi melamun. Ah! Kau jadi tidak asyik. Kau memikirkan siapa?” Ia mengerucutkan bibirnya pertanda kesal.

“Tentu saja memikirkan kau!” Ucapku spontan. Aku mendekap mulutku yang telah berbicara aneh. Nanti aku dikira Yuri lagi. “A—a—bukan maksudku begitu. Aku memikirkan persahabatan kita. Kuharap kita lulus nanti. Kita mendaftar di SMA yang sama. Kita akan selalu bersama-sama.”

“Hahaha—tentu saja! Kalau salah satu diantara kita berpisah. Aku tidak bisa memafkan orang itu!” Ucapnya semangat sambil mengepalkan tangannya. Aku hanya tersenyum melihatnya.

Yoorin, Taemin, dan Seungho Gomawo!! Aku selalu bahagia dengan kalian. Aku tidak merasa kesepian lagi. Ya—aku berjanji tidak akan berpisah dengan kalian.’

“Hei! Sohee!!” Suara baritone milik seorang laki-laki sukses memecahkan acara ‘kebahagiaan’ kami. Aku menoleh kearah suara yang menyapaku barusan.

“T—Taemin? Ada apa?”

“Kau disuruh ke kantor oleh Hyojin seongsangnim.”

“Untuk apa?”

“Aku juga tidak tahu!”

“Lalu dengan siapa?”

“Tentu saja denganku! Lalu siapa lagi?”

“...”

‘A—apa? Dengan Taemin?’

“Hei! Kau keberatan?”

“A—tentu saja tidak Taemin.” Lalu aku mengerling ke arah Yoorin yang masih sibuk dengan majalah pinjamannya. “Yoorin aku ke kantor Hyojin seongsangnim dulu ya?” Ia menoleh kearahku dan mengangguk.

“Hati-hati dengannya.” Yoorin menunjuk Taemin dengan memasang wajah horor.

“Cih—memangnya aku psikopat?”

“Mungkin saja, nanti kau membuat Sohee sakit jantung atau pingsan.”

“Kau terlalu berlebihan Yoorin.”

Yoorin menggembungkan pipinya kesal dan menoleh kearah majalah pinjamannya. “Kau menyebalkan!”

“Ayo Sohee!!”

“I—iya!”


Diperjalanan menuju kantor Hyojin seongsangnim aku tidak berani berjalan bersisian dengannya. Makanya aku memilih berjalan dibelakangnya. Ah—nanti aku bisa mati muda. Benar yang dikatakan Yoorin tadi. Aku harus berhati-hati dengannya. Dia yang menyebabkan jantungku berdetak cepat sekali.


“Hei! Kau mau dikira semua siswa-siswi disini bodyguardku ya? Jadi berjalan dibelakangku?” Ia menoleh kebelakang. Ya—menoleh kearahku. Aku hanya bisa mematung mendengarkan hal barusan yang dikatakannya tadi. Ah—aku jadi seperti bodyguard ya?

“Te—tentu saja tidak. Tap—tapi.”

“Hah—ya sudahlah!!” Ia berlenggang menjauhiku yang masih mematung.

kau tidak mengerti Taemin. Aku mempunyai gejala penyakit aneh ketika berdekatan denganmu. Aku tidak mau mati muda.’


Aku berlari kecil menuju Taemin yang sudah jauh meninggalkanku. Hah—tega sekali dia meninggalkanku. Ketika aku sudah sampai di depan kantor semua guru. Aku menggeser pintu itu. Aku meneliti semua ruangan itu. Yap! Iris mataku menangkap seorang siswa yang berdiri di depan meja seorang guru wanita paruh baya yang masih terlihat begitu cantik. Aku berjalan pelan kearah siswa itu, dan tak lupa jangan berdiri terlalu dekat dengan siswa itu.


“Ah—Choi Sohee, akhirnya kau datang.” Sapa guru wanita paruh baya tersebut, ya—yang bernama Kang Hyojin.

“A—iya Hyojin seongsangnim. Sebenarnya ada apa anda memanggil saya?” Ucapku penuh dengan kesopanan.


Lalu ia menangkupkan kedua tangannya seperti orang memohon. Aku mengerling kearah Taemin. Ekspresi wajahnya terlihat bingung. Apalagi aku?


“Ibu mohon. Maukah kalian yang mewakili mengurusi festival perpisahan kelulusan kelas IX nantinya?”


Bagai terserang petir ganas aku mendengar permohonan Hyojin seongsangnim. Yang benar saja? Aku—mengurus—berdua, dengan Taemin? Oh Tuhan aku pasti tidak akan sanggup terus-terusan berdua dengannya.


“APAAAA?” Teriak Taemin histeris. Semua guru-guru yang masih setia melakukan pekerjaannya masing-masing, kini—mereka menatap Taemin dengan kesal. Karena sudah menganggu acara mereka.

Mianhamnida murid saya!” Hyojin seongsangnim berdiri dari tempat duduknya dan ber-ojigi kearah semua guru-guru. Semua guru yang menatap Taemin dengan kesal akhirnya meneruskan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi.

“Hyojin seongsangnim memangnya tidak ada lagi selain kami?”

“Hah—“wanita itu menghela nafas.”—kau tahu sendiri kan? Ketua kelas kalian itu pemalas sekali. Ibu tidak mau menyerahkan tanggung jawab ini kepadanya. Yang ada acara festival ini hancur gara-gara ulahnya. Hanya kalian berdua lah siswa siswi yang menurut ibu lebih baik mengurusi acara festival ini.”

“Hah—baiklah. Lalu kau bagaimana Sohee?” Taemin menoleh kearahku menunggu responku.

“Ee—eh? Ten—tentu saja aku tidak keberatan.”

‘Ada apa aku ini? Bodohnya!! Bukannya tadi aku menolaknya. Ireon pabo!! Ireon pabo!!

“Uwaaa—gomawo!! Gomawo!!” Ia memeluk kami berdua. Tanpa sengaja aku berdekatan dengan Taemin. Malahan ini sangat dekat. Aah—mulai lagi deh gejala penyakit ini.

“Hyo—Hyojin seongsangnim. Kau tidak malu, memeluk kedua muridmu di depan banyak guru-guru?” Bisik Taemin. Reflek wanita itu melepaskan pelukannya. Aku langsung menjauh dari Taemin. Fuih—untung saja.

Mian!! Mian!! Ibu terlalu bahagia.” Ia nyengir lebar. Ah—baru kali ini ada seorang guru wanita yang kelewat bahagia. Aku jadi ingat Yoorin. Apakah mereka memiliki hubungan khusus? “Nah! Ini!” Ia menyerahkan sebuah buku yang bentuknya memanjang kearah kami. “Itu daftar kelas. Kalian tulis nama teman sekelas kalian di daftar itu.” Kami mengangguk. “Lalu kalian rundingkan dengan teman sekelas kalian acara festival kalian apa?”

“Kenapa juga harus kami? Bukankah itu tugasmu, bu?”

Dia tertawa renyah. “Mian yah—ibu sibuk. Harus mengurus sesuatu. Tolong ya—!! Usahakan acara pertunjukkan kalian lebih baik daripada kelas-kelas IX lainnya. Kalau kalian mengurusnya dengan baik. Ibu juga tidak malu selaku wali kelas kalian. Nah—sekarang kalian boleh pergi.”

Guru macam apa itu? Paling-paling alasan itu hanya ingin pergi karaoke dengan guru lainnya.’ Batinku.

Ne!!” Ucap Taemin tak lupa ber-ojigi. Aku juga melakukan hal yang sama, dan berlenggang menuju pintu ruang kantor, lalu menggeser pintu itu, dan menuju kelas kami.

“Aah—merepotkan sekali sih Hyojin seongsangnim itu?” Dengus Taemin. Aku mendengar nada dengusannya yang terkesan lucu itu, tersenyum. Tiba-tiba ia menoleh kebelakang. “Kau mendengarkanku atau tidak sih?” Aku tersentak, lalu menundukkan wajahku. “Kenapa kau tersenyum? Memangnya yang aku katakan tadi lucu, ya?”

“Ti—tidak.” Dustaku.

“Aah—kau lebih baik tersenyum daripada menunduk terus, soalnya kau lebih manis tersenyum.” Ia langsung berlenggang menjauhiku. Lagi-lagi perkataannya barusan membuatku mematung.

A—apa yang dikatakannya barusan? Aku ma—nis kalau tersenyum? Pasti Taemin hanya bercanda.’

Aku mencengkram dadaku yang detakannya kini lebih cepat. Nafasku memburu kemudian wajahku—wajahku memanas. Oh—tidak! Bagaimana ini? Aku benar-benar tidak sanggup terus-terusan bersama dengannya. Tap—tapi aku juga tidak mau kehilangannya. Ah—aku benar-benar egois. Aku baru ingat aku harus cepat-cepat kekelas. Lagi-lagi dia meninggalkanku.

####

“Teman-teman semua harap tenang!!” Kini Taemin dan aku berdiri di depan kelas. Tentu saja tadi aku berlari sangat kencang untuk menyusulnya. Kulihat semua teman-temanku yang sibuk dengan kerjaannya masing-masing menoleh kearah kami. Aku agak tersentak. Kali ini aku jadi pusat perhatian semua teman-temanku. Selama ini moto hidupku adalah ‘jangan terlihat mencolok, agar kau tidak dilihat semua orang’. Makanya aku begitu pendiam.

“Ada apa Taemin?” Yoorin menyapa kami duluan. Ia nampak heran.

“Ehem—begini!! Aku dan Sohee ditunjuk Hyojin seongsangnim mewakili kelas kita untuk mengurus acara festival perpisahan kelas IX. Kemudian aku ingin kalian yang menentukan apa yang akan kita persembahkan di acara festival tersebut.”

“Waah—begitu ya? Bagaimana kalau peragaan busana saja?” Kalian pasti bisa menebak itu usul siapa, bukan?

“TIDAK MAUU!! Bagaimana kalau menyanyi saja.”

Wah bagus juga!! Bukankah Taemin dan teman-teman namja-nya itu punya sebuah band?’ Batinku

“Ah—itu terlalu biasa. Kita Crossdressing saja!”

A—apa? Yang benar saja? Hah—ketua kelasku yang satu ini ternyata maniak.’

“APAAAA? Aku tidak mau pakai baju namja.” Teriak semua siswi dikelas ini. Aku sedikit menyunggingkan senyuman, tentu saja tidak ada yang melihatnya. Syukurlah semua siswi disini menolaknya.

“Aku juga tidak mau pakai baju yeoja yang ketat-ketat itu.” Semua siswa (minus yang mengusulkan) juga tak mau kalah protes.


Kulihat wajah Taemin memerah mungkin menahan amarahnya. “O.K! O.K! Kalau kalian seperti ini terus. Kita akan menginap disekolah. Lebih baik kita adakan voting saja, bagaimana?”


Ne!!” Teriak mereka serempak. Kemudian ia menuliskan semua usul teman-teman kami di whiteboard. Setelah selesai aku membantunya membagikan kertas keseluruh teman-teman.

“Waktunya selesai menulis. Cepat kumpulkan kertasnya kedepan.”


Satu persatu semua teman-teman kami mengumpulkan kertas yang disobek kecil lalu digulung. Kemudian tugas ini belum berakhir. Kami harus menghitung seberapa banyak acara pertunjukkan yang dipilih oleh teman-teman.


“Ya—hasil terbanyak yang kalian pilih adalah menyanyi. Hah—hampir seluruh murid disini memilihnya. Memangnya kenapa kalian memilih itu?”

“Tentu saja, kami kan tahu kau memiliki band. Jadi kami tidak perlu repot-repot mencari orang-orang yang mau menyumbangkan suaranya di panggung nantinya.” Ucap seorang namja yang kuketahui bernama Choi Dongwook.

“Hah—seenaknya saja kalian.” Taemin mendengus.

“Ayolah Taemin! Kalau kau menampilkan bandmu itu di acara festival nanti, kelas kita pasti yang akan terbaik. Bandmu ‘kan yang paling populer dikalangan yeoja-yeoja.”


Kulihat hampir semua, ah—bukan bahkan semua teman-teman menatap Taemin dengan penuh harap.


“Aah—baiklah!”

YES!!!” Seru mereka serempak.

“Seungho!! Ayo kita rundingkan dan menelpon member yang lain.” Seungho mengangguk dan mengikuti Taemin yang berjalan keluar kelas. Ketika ia sampai diambang pintu, tiba-tiba ia berhenti dan menoleh kearahku. “Nanti sepulang sekolah jangan pulang dulu. Kita masih ada tugas.” Aku hanya memberi respon mengangguk. Tak lama kemudian kedua punggung tegap itu menghilang dari pandanganku.

“Cih—seperti orang sibuk saja dia?” Aku menoleh kearah sumber suara yang mengejek tersebut dan ternyata itu Yoorin.

“Mu—mungkin dia hanya tidak mau ada kesalahan fatal. Misalnya nanti ada salah seorang member band-nya tidak bisa. Maka kita akan gagal.”

“Aah—kau membelanya ya Sohee? Sekarang kau berbalik padanya.” Ucapnya dengan memasang wajah memelas.

“Bu—bukan begitu. Aku hanya bicara yang sebenarnya.”

“Hmm. Sebentar lagi jam pelajaran Hyojin seongsangnim. Pasti dia hanya akan ceramah saja. Membosankan. Lebih baik kita bolos saja.”

“Ti—tidak mau Yoorin. Aku kan sudah dipercaya mengurusi acara festival ini. Nanti bisa saja Hyojin seongsangnim mengatakan sesuatu yang penting terkait dengan festival itu.”

“Baiklah—baiklah.”

####

Teng... Teng... Teng...


“Lonceng sudah berbunyi waktunya kalian pulang. Nanti jangan berkeliaran kemana-mana ya?”

“Heh—memangnya kami ini masih anak-anak Hyojin seongsangnim?” Protes Dongwook.

“Bukan begitu maksudnya. Ah—ya sudahlah. Katakan dengan Taemin dan Seungho nanti ‘semoga berhasil dengan band kalian’. Selamat sore semuanya. Sampai jumpa.”

Ne!! Sampai jumpa.” Ucap semua murid serempak.

“Kau tidak pulang?” Tanya Yoorin yang memasukkan semua bukunya kedalam tas ranselnya, bersiap-siap untuk pulang.

“Tidak! Aku ‘kan masih punya tugas dengan Taemin.” Menyebut nama Taemin saja tiba-tiba wajahku memanas.

“Oh—iya aku baru ingat. Mian Sohee aku tidak bisa menemanimu. Soalnya aku disuruh eommaku pulang cepat. Tidak apa-apa kan?”

Aku menggeleng. “Gwaenchana.”

“Sampai jumpa besok. Aku masih mengingatkanmu. Hati-hati dengan dia, yah?”

“Hei!! Yoorin kau senang sekali sih membuat namaku tercemar di depan orang?”


Kami tersentak, lalu menoleh kebelakang sumber suara yang memotong pembicaraan kami. Ternyata itu Taemin dan Seungho. Aku baru ingat tadi mereka berdua tidak masuk di pelajaran Hyojin seongsangnim yang ternyata benar kata Yoorin membosankan. Kalian tahu? Di awal pelajaran sampai di akhir jam pelajaran dia hanya bercerita tentang dirinya. Hah—kerjaannya kalau ada jam pelajaran kosong pasti dia bercerita tentang masa lalunya. Padahal kami sudah bosan mendengarnya. Itu-itu saja.


“Tentu saja, aku beci padamu. Ya sudah bye Sohee bye Seungho.” Yoorin meninggalkan kami bertiga dengan kesunyian. Diantara kami yang paling cerewet tentu saja Yoorin. Makanya dia selalu mudah bergaul dengan siapa saja. Aku iri akan hal itu.

“Hei!! Taemin aku pulang duluan ya?” Ucapan Seungho kini membuatku cemas. Berarti nanti aku dan Taemin hanya berdua di kelas yang sepi ini? Uwaaa—aku tidak bisa membayangkan bagaimana nantinya.

“Iya—jangan lupa beritahu hyungmu itu nanti seminggu lagi kita ada acara. Habisnya dia tidak bisa dihubungi sih?”

“Hn! Beres. Sampai jumpa.”


Kami berdua hanya melambaikan kedua tangan kami, dan akulah orang yang paling tidak bersemangat ketika Seungho meninggalkan kami hanya berdua dikelas. Kalau perlu dia tidak usah pulang. Tidak apa-apa juga kalau dia tidak banyak bicara seperti Yoorin. Yang penting aku tidak kena penyakit aneh ini.


“Sohee!! Kau ambil daftar nama di atas meja itu.” Ia menunjuk kearah meja yang biasanya diduduki seongsangnim mengajar. Aku mengangguk, lalu berjalan kearah meja itu, lalu menyambar daftar nama dan menyerahkan daftar nama itu kepada Taemin tentunya. Kulihat ia merogoh isi tasnya, seketika ditangannya sudah ada sebuah pulpen. “Hmm—kau duduk disini.” Ia menunjuk kursi yang berada diseberangnya. Yang benar saja? Aku duduk berhadapan dengannya? Bisa-bisa aku sudah kehabisan nafas.


“H—ha?”

“Kau dengar tidak? Kau duduk di kursi itu.” Aku mengangguk. Aku tidak mau dia marah-marah. Hah—dia juga menakutkan kalau marah. Aku menarik kursi yang berada di hadapannya dan mengubah posisi kursi itu menjadi berhadapan dengannya. Lalu aku duduk dengan canggungnya dan sedikit menundukkan wajahku. Ia meletakkan pulpennya diatas daftar nama yang baru diberikan Hyojin seongsangnim. Lagi-lagi ia merogoh tasnya. Apa yang akan dia ambil? Lebih baik aku saja yang menulis di daftar nama ini, pikirku. Aku mengambil pulpen itu, dan hap! Aku menyentuh pulpen itu. Tapi tiba-tiba saja ada sesuatu yang hangat menyentuh tanganku. Aku mendongak melihat apa itu? Ternyata itu adalah tangannya Taemin. Tangannya besar dan hangat. Lalu aku mencoba menatap matanya.


Deg... Deg... Deg...


1 detik kami bertatapan masih dengan tanganku ditindih oleh tangannya.


Deg... Deg... Deg...


2 detik berlalu. Jantungku semakin memompa cepat. Apakah ia mendengar suara jantungku? Ah—memalukan.


Deg...Deg...Deg...


3 detik kemudian. Wajahku semakin memanas. Dasar bodoh!! Pasti kini wajahku memerah seperti wajah Taemin yang kulihat memerah juga.


Deg...Deg...Deg...


Reflek kami melepaskan acara ‘sentuh menyentuh’ itu. Aku memalingkan wajahku kearah pintu kelas. Untuk menyembunyikan rona merah diwajahku. Ah—aku benar-benar malu. Kudengar Taemin menjauh dari kursinya, dan berpura-pura melihat pemandangan sore di jendela kelas. Ah—gara-gara aku suasana dikelas ini tiba-tiba berubah menjadi canggung.


“Ehem—sebaiknya kau saja yang menulisnya.” Ucap Taemin yang nampaknya sudah bisa menghilangkan rasa canggungnya. Aku hanya mengangguk dan mengambil pulpen yang masih tergeletak diatas daftar nama yang masih baru itu. Hah—walaupun Taemin sudah tidak canggung lagi tapi masih saja aku merasa tidak enak. Aku tahu, pasti dia menatapku ketika aku memulai menulis daftar nama ini dengan gemetar. Tolong jangan menatapku terus. Memangnya tidak ada pemandangan yang indah selain diriku?


Selang beberapa menit aku sudah menyelesaikan pekerjaanku. Ya—tak buruk juga tulisanku ketika tanganku gemetar. Mudah-mudahan saja orang-orang bisa membacanya.


“He—hei!!” Aku mencoba mendongak, dan yang kulihat Taemin tersentak, mungkin ia kaget? Memangnya ada apa? Apa aku menunjukkan ekspresi wajah seram? “Aku sudah selesai. Lalu kita mengerjakan apa lagi?”

“Ti—tidak ada. Kita bisa pulang. Kau saja yang bawa daftar nama itu.” Aku mengangguk mengerti, lalu membuka tasku dan menyimpan daftar nama itu.

“T—Taemin aku pulang duluan ya? Nanti eommaku khawatir padaku.” Ia mengangguk. Ya—untuk apa aku khawatir padanya? ‘Kan dia laki-laki, pasti dia bisa pulang sendiri, ‘kan? Ketika aku sudah diambang pintu, suara Taemin tiba-tiba menghentikanku.

“Bi—biar kuantar kau pulang!” Aku menoleh kearahnya tak percaya. “Ini hampir malam. Tidak baik ‘kan seorang yeoja pulang sendirian.”

Benar juga!’ Batinku.

Aku mengangguk dengan canggungnya. Ah—nanti ada kejadian apa lagi diantara kami?

“Ayo!” Ajaknya. Aku mengikutinya seperti biasa berjalan dibelakangnya.

“Kau tidak takut? Katanya disekolah ini banyak hantunya.” Ia mengarahkan seluruh pandangannya kekoridor yang berada di lantai atas (kebetulan kelasku berada di lantai atas) dan matanya berhenti menatap lurus di manik hitamku.

“A—apa?” Aku bergidik ngeri, tiba-tiba saja ada sesuatu yang dingin menyentuh tengkukku, dan itu sukses membuatku merinding.

“Hahahahaha—makanya kau jangan jauh-jauh kalau berjalan. Kalau kau mau menjadi si mangsa hantu tentunya.” Lalu ia melanjutkan acara jalannya yang sempat tertunda olehku. Hah—dia tepat sasaran, aku ‘kan memang paling takut hantu. Apa boleh buat? Kini aku berlari kecil untuk menyusulnya dan berjalan bersisian dengannya. Aku bisa melihat sekilas ia tersenyum. Ha? Ada apa? Memangnya aku terlihat lucu?

(SKIP TIME)

Akibat kejadian dikelas dan dikoridor tadi, kami masih tidak berani bicara. Disepanjang perjalanan hanya terdengar bunyi jangkrik bersahut sahutan mungkin sebentar lagi akan memasuki musim panas. Ah—walaupun aku pendiam tapi rasanya tidak enak juga. Tapi topik apa yang ingin aku bicarakan dengannya? Diperjalanan pulang kerumahku tepatnya dia mengantarku pulang aku hanya menunduk saja.


“Kau tahu?” Ia mulai memecahkan keheningan ini, lalu aku mendongakkan kepalaku dan menatap wajahnya yang berada disampingku. “Ketika malam tiba aku senang melihat bintang.” Ia menengadahkan wajahnya kearah langit yang gelap.

“E—eh? Kenapa?”

“Tidak tahu. Hanya bagus saja. Ada bintang yang sinarnya redup ada juga bintang yang sinarnya paling terang, seperti seseorang.” Ucapnya yang wajahnya masih menengadah menatap bintang.

“Begitu ya? Pasti dia orang yang spesial bagimu.” Entah setan apa yang merasukiku, kenapa aku jadi bicara hal aneh itu kepadanya? Pasti dia berpikiran yang tidak-tidak denganku. Memalukan. Aku menundukan wajahku tidak berani menatapnya lagi.

“Hmm tentu saja. Bintang yang paling terang itu seperti eommaku dan bintang yang paling redup itu seperti seseorang. Mungkin nantinya bintang yang redup itu akan menjadi terang dengan sendirinya.” Aku mendongak lagi dan menoleh kearahnya, aku tak percaya. Kukira dia tidak akan merespon kalimatku tadi, dan menganggapnya seperti ucapan ‘nonsense’. Kini ia tersenyum kearahku. Bahkan tersenyum manis. Wajahku memanas ketika melihat senyumnya.

“Be—benarkah? Kalau aku paling suka dengan bulan.” Reflek aku menunjuk kearah benda bulat besar yang paling terang di atas langit hitam itu.

“Kenapa?” Aku tersenyum. Aku menengadah menatap bintang-bintang bertaburan yang menghiasi langit malam dibawah kami.

“Kalau bulan tidak ada maka bintang juga tidak akan terlihat. Bulan itu seperti menyerahkan sedikit cahayanya kepada bintang-bintang. Dia seperti—seseorang.” Lalu aku menundukkan wajahku lagi.

‘Ya—seperti seseorang—seseorang itu adalah kalian, dan aku adalah bintangnya. Tanpa kalian aku tidak akan bersinar seperti bintang.’

“Siapa? Apa aku boleh mengetahuinya?”


Aku mendongak dan menoleh kearahnya lalu menggeleng cepat, yang mengakibatkan rambutku sedikit berantakan.


“Ini rahasia. Aku tidak mau mengatakannya.” Kini aku melihat raut kekecewaan yang menghiasi wajah putihnya itu.

“Begitu ya? Bulan dan bintang. Aaah—memikirkannya saja sangat rumit.” Tiba-tiba ia menarik rambutnya gemas. Spontan aku tertawa melihat ulahnya itu.

Mi—mian!! Aku tidak bermaksud menertawakanmu!!” Ucapku gelagapan. Tiba-tiba ia tertawa. Ah—apa ekspresi wajahku tadi sangat lucu, ya?

“Tentu saja aku tidak akan marah padamu. Hahaha—kita ‘kan teman? Hanya teman yang bisa membuat kita tertawa dan tersenyum. Makanya aku suka berteman denganmu. Karena kau selalu membuatku tertawa dan tersenyum.”


Seketika angin berhembus meniup helaian rambut kami. Teman ya? Aku tersenyum kecut. Ia menganggapku teman? Aku senang. Tapi kenapa di dalam hati kecilku rasanya sedikit sakit. Aku seperti menginginkannya lebih dari teman.


“Hei!! Kau kenapa?” Ia hendak mendekat kearahku. Reflek aku langsung memundurkan langkahku darinya.

“Ti—tidak apa-apa. Hehehehe—“

“Kau agak aneh!” Ia mengerucutkan bibirnya kesal. Aah—dia imut sekali!! Aku jadi ingin mencubit gemas pipinya. Tanpa bicara lagi, ia meneruskan perjalanan yang sempat tertunda. Aku berlari kecil untuk menyusulnya dan berjalan bersisian dengannya.

“Erm—apa aku boleh bertanya sesuatu kepadamu?”

“Iya, ada apa?” Ia menoleh kearahku dan reflek memberhentikan jalannya.

“Erm—kau bilang, hanya teman yang bisa membuatmu tertawa dan tersenyum. Tapi—kenapa kau selalu bertengkar dengan Yoorin. Apa kau membencinya? Atau bahkan kau tidak menganggapnya teman?” Terdengar ia menghembuskan nafasnya pelan.

“Kalau itu berbeda. Biarpun aku selalu bertengkar dengannya. Tapi aku tidak benci padanya, aku tetap suka padanya kok? Cuma dia saja yang sedikit sensitif dengan perkataanku.” Ucapnya dengan sedikit tersenyum.

“Begitu ya?” Aku dan dia meneruskan perjalanan kami yang sempat tertunda lagi. Tapi kini—aku hanya menundukkan wajahku. Ternyata Taemin menyukai Yoorin. Tapi dia bilang kalau Yoorin itu hanya teman. Aah—aku terlalu memikirkannya berlebihan. Mereka itu teman, dan kami berempat akan menjadi teman selamanya.

“Eeh—itu rumahmu bukan?” Ia bertanya dan sukses membuatku mendongak cepat. Lalu ia tersenyum.

“I—iya!! Gomawo Taemin sudah mengantarku. Aku tidak tahu harus berbuat apa, selain berterima kasih.”

“Aah—lupakan saja. ‘Kan sudah kubilang kita teman. Teman itu tidak meminta imbalan apapun. Hanya dengan ‘kau jangan tinggalkan temanmu’ itu sudah membuatku senang.”

Aku tersentak dengan perkataannya. Ternyata dia tidak mau berpisah denganku dan yang lainnya. Aku senang, dan tanpa sengaja aku mengembangkan senyumku.

“Kau jangan banyak melamun ya?” Ia mengacak rambutku pelan lalu tersenyum. “Nanti kau bisa saja tercebur ke sungai. Aku tidak bisa menolongmu soalnya aku tidak bisa berenang.” Lalu ia melepaskan tangannya dari pucuk kepalaku. “Sampai jumpa besok. Kita masih mengurusi acara festival yang merepotkan itu. Bye!!”


Aku terpana, dan menyentuh pucuk kepalaku yang tadi disentuhnya. Kau bukan hanya seperti secercah cahaya, musim semi dan bulan, tapi kau juga seperti virus. Entah kenapa ketika aku dekat denganmu dan merasakan sentuhanmu rasanya detakan jantung ini terus memompa cepat. Apakah aku mulai menyukainya? Tapi aku tidak bisa. Dia teman bagiku, dan begitu juga dia menganggapku. Tanpa sengaja aku tersenyum sedih tanpa sedetik pun mengalihkan pandangan mataku menatap punggung tegapnya yang mulai menghilang dalam kegelapan malam.

####


Seminggu telah berlalu. Ah—akhirnya musim panas tiba. Besok adalah hari acara kelulusan kami. Kau tahu? Aku selalu melakukan kesalahan ketika mengurusi acara festival itu. Itu ‘kan hal pertama kalinya bagiku. Tapi dengan adanya Taemin aku bisa bernafas lega. Ia yang meluruskan semua kesalahanku. Ketika aku menempelkan berbagai atribut hiasan di atas panggung, dan ketika aku berdiri diatas sebuah tangga lalu tidak bisa menjaga keseimbanganku otomatis aku terjatuh. Hah—semua hiasan yang ada di atas panggung itu jatuh berhamburan di lantai panggung. Aku bisa merasakan beberapa teman-teman dari kelas IX lainnya menatapku dengan kesal. Aku begitu bodoh. Mereka pasti sudah sangat lelah. Tapi seketika Taemin mengatakan ‘itu bukan salahku dan bukan salah siapa-siapa. Ayo kita tempelkan bersama-sama lagi’. Ah—dia terlalu baik, tak heran dia begitu populer. Langsung saja semua tatapan kesal yang mengarah kepadaku berubah menjadi ekspresi semangat yang membara. Panggung itu kini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, dan kini tepatnya aku ada disini, menatap panggung yang pernah aku kacaukan.


“Hah—akhirnya selesai juga. Besok panggung itu akan digunakan.”


Aku menoleh kearah sumber suara yang sepertinya mengajakku bicara. Ternyata itu Taemin, tentu saja. Memangnya ada orang lain yang ingin mengajakku bicara? Aku mengangguk menandakan setuju.


Mian!!” Ucapku pelan, setelah itu aku menundukan wajahku.

“Ha? Untuk apa?”


Aku mendongak dan menatapnya. “Aku banyak membuat kesalahan. Lalu kau mati-matian mebelaku.” Kulihat ia tersenyum, dan lagi-lagi mengacak rambutku pelan. Apa kau tidak tahu Taemin? Gara-gara sentuhanmu itu aku jadi jantungan.

“Hal itu, ya? Itu memang benar bukan kesalahanmu, kok.” Ia tersenyum lebar kearahku. “Besok kau harus datang, yah? Kau juga harus menonton bandku. Sampai jumpa.”


Aku hanya merespon dengan anggukan dan tak lupa memberikan senyuman manis untuknya.


“Hei!! Kau sedang apa? Melamun ya?” Ucapan itu sukses membuatku tersentak. Dan menoleh kearah sumber suara yang mengagetkanku.

“Yo—Yoorin!! Kau sedang apa?”

“Seharusnya aku yang bertanya padamu seperti itu.—” Ia menjeda pembicaraannya sejenak, kepalanya mendongak melihat seseorang dari arah punggungku. “Itu Taemin bukan?” Aku menoleh kearah yang ia tunjuk. Disana aku bisa melihat punggung Taemin yang berada di segerombolan anak laki-laki dan perempuan. Sepertinya dia dicegat oleh teman-teman, jadi tidak bisa pulang. “Pasti dia sibuk sekali ya? Mengurusi acara festival ini, lalu setiap hari berlatih dengan bandnya.” Aku yang mendengar ucapan Yoorin, seperti merasa sangat bersalah. Tentu saja!! Aku ‘kan selalu merepotkannya.

“Kau mau lihat tidak?” Yoorin menyodorkan sebuah majalah remaja yang kuketahui sangat terkenal saat ini. “Bandnya Taemin dan Seungho masuk majalah ini.” Ia membuka lembaran majalah itu dan tepat membuka artikel yang mengulas tentang band mereka. Aku bisa melihat foto 5 orang namja yang sedang tersenyum lebar. Sekilas kulihat foto Taemin. Ia begitu bersinar, dengan senyum yang mengembang itu. “Aku fansnya Key!” Ia menunjuk seorang namja berambut blonde dengan style curly hair, dan tak lupa ia menampilkan senyum sumringah “Kalau tidak salah dia itu kakaknya Seungho.” Aku kaget dengan ucapan Yoorin barusan. “Berbeda sekali dia dengan kakaknya itu. Key yang selalu tersenyum. Seungho yang tidak suka tersenyum. Key yang selalu bicara. Seungho yang selalu dingin. Haah—memangnya eommanya itu ngidam apa sih? Jadi Seungho seperti itu?”

“A—benarkah Key itu kakaknya Seungho? Aku kira mereka sepupu.”

“Jadi kau tidak tahu?” Aku mengangguk meng-iyakan. “Ya—maklum saja sih? Memang orang-orang banyak yang tidak tahu. ‘Kan mereka begitu berbeda. Aku saja ketika mendengar kenyataan itu kaget sekali. Tidak mungkin.” Tanpa aba-aba kami berdua tertawa. Ya—sangat lucu. Aku yang membayangkan Seungho dan Key bersaudara. Bagaimana nasibnya Key ya? Apa dia setiap hari merinding melihat tatapan Seungho yang mengerikan itu?

“Haha—aduh!! Perutku sakit. Mungkin gara-gara kebanyakan menertawakannya. Erm—sampai jumpa besok ya? Besok hari terakhir kita ada di SMP Daegu ini.” Aku hanya merespon dengan anggukan.

Bye!!”

Bye!!” Aku melambaikan tanganku kearahnya dan tersenyum. Ia juga membalas melambaikan tangannya, dan berlenggang menjauhiku yang masih menatap punggungnya pergi. Ya—besok adalah hari terakhir kami berada di SMP Daegu. Kuharapa memori kebahagiaan saat berada di SMP ini selalu tersimpan di benakku. Aku merogoh sesuatu benda di kantong rok biru rample kotak-kotak, selutut. Benda itu sebuah foto yang menampilkan keempat orang sahabat dengan senyuman yang mengembang menghiasi wajah mereka. Aku yang melihatnya seperti terhipnotis dan ikut tersenyum. Kekuatan persahabatan itu—memang manis.

####

Minggu pagi yang cerah. Tentu saja bukankah ini sudah memasuki musim panas. Mungkin cahaya matahari akan begitu terik. Aku harus membawa baju ganti, pikirku.


Eomma aku berangkat dulu, ne?”

Ha—hai!! Hati-hati dijalan.” Ia melambaikan tangannya kearahku. Aku juga membalasnya dengan senyum sumringah. Aku mulai menapakan kakiku di jalan beraspal yang masih sepi. Tentu saja aku berangkat kesekolah jam 06.00 pagi. Apakah aku yang terlalu bersemangat? Gara-gara acara itu, aku jadi tidak bisa tidur semalaman. Alhasil, aku mendapatkan lingkaran hitam yang menghiasi mataku.

(SKIP TIME)

‘Ternyata bukan hanya aku saja yang bersemangat pergi kesekolah pagi-pagi.’ Batinku.


Disekolah sudah begitu banyak siswa-siswi yang berdatangan. Hampir semua anak memakai baju bebas yang agak terbuka. Tentu saja mereka ‘kan bukan orang-orang yang mengurus acara festival ini. Aku agak iri dengan mereka. Hah—baju sekolah ini begitu panas. Well—biarpun aku masih memakai seragam lengan pendek dan dihiasi rompi vest coklat, dan rok rample biru kotak-kotak selutut, tapi tetap saja masih panas.


“Hoooi!! Sohee!!” Aku menoleh kearah sumber suara yang menyapaku.

“Hosh—hosh— huaah!! Kukira aku datang terlalu pagi. Ternyata dugaanku salah.” Yoorin menyapaku dengan nafas yang terengah-engah. Ia terlihat manis dengan setelan T-shirt putih pendek dan rompi vest hitam yang dibiarkan terbuka. Tak lupa dengan celana pendek 4 senti diatas lutut. Rambutnya dia ikat dengan gaya ponytail.

“Ke—kenapa kau melihatku seperti itu?” Kulihat wajahnya tengah merona merah.

Mimian!! Menatapmu seperti itu. Tapi kau terlihat manis.” Ucapku jujur. Seketika itu ia tertawa terbahak-bahak.

“Kau lucu Sohee—“ Reflek kami menoleh kearah sumber suara yang membicarakan suatu hal yang membuat telinga kami penasaran.

“—kau tahu tidak? The Phantomhive akan mengisi acara nanti?”

Jinja? Bukankah itu nama band Taemin dan Seungho dari kelas IX-2 itu? Kok aku tidak tahu sih?”

“Tentu saja!! Kelas IX-2 ‘kan merahasiakannya. Katanya biar supraise.”

“Memangnya kau tahu dari mana?”

“Hah—kau ini!! Kau tahu ‘kan di kelas IX-2 punya ratu gosip. Jadi aku percaya.”

“Eeh—si Han Jikyung itu ya?”


Kami berdua yang sedari tadi mencuri dengar pembicaraan kedua yeoja yang kukenal dari kelas IX-1 itu, seketika kami membulatkan mata tak percaya.


Geez—Jikyung itu!! Lain kali dia tidak usah kita beritahu hal yang rahasia. Hah—jadinya semua orang tahu,’kan? Tidak jadi kejutan lagi.”

“I—iya Yoorin.”

“Nah!! Ayo kita ke auditorium!! Kau tidak bertugas lagi ‘kan? Ini sudah jam 7.00 sebentar lagi acara sambutan dari kepala sekolah.”

Mimian Yoorin. Aku harus mengecek segala perlengkapan nanti.”

“Eeeh? Berarti kau nanti tidak akan melihat penampilan bandnya Taemin dan Seungho?”

“Tentu saja aku akan melihatnya. Aku sudah berjanji.”

Ia tersenyum sumringah. “Baguslah kalau begitu. Nanti aku tunggu di bangku penonton ya?” Aku mengangguk setuju.

“Sampai jumpa.”

Ne!! Sampai jumpa.”

“Sohee!!” Aku bergidik mendengar suara seseorang yang tiba-tiba menyapaku. Suara ini—seperti suara—aku reflek menoleh kearah sumber suara yang menyapaku. Betul. Ternyata Seungho.

“Eee—ada apa Seungho?”

“Kau dicari Taemin. Kemana saja kau?”

“Aah? Ta—Taemin mencariku? Untuk apa?”

“Tentu saja untuk mengecek perlengkapan di auditorium. Kau ditunggu di auditorium. Bye.”

‘Ah—kenapa tadi aku tidak ikut dengan Yoorin saja?’

Bye!”


Langsung saja aku berlari menuju auditorium yang sudah sesak dengan semua siswa-siswi. Lumayan susah juga untuk menerobos kerumunan siswa-siswi itu.


“Oiii—Sohee!!” Aku lihat Taemin melambaikan tangannya pertanda ‘aku ada disini’. Lalu aku mengangguk dan segera menuju panggung.

“Sebentar lagi kepala sekolah akan menyampaikan kata-kata sambutan. Jadi kau cek kabel-kabel sound system yang tersambung di belakang panggung. Mungkin saja nanti ada kabel yang lupa tersambung.” Aku meresponnya hanya dengan anggukan, dan turun dari panggung menuju belakang panggung. Ketika aku melihat area itu. Aah—aku dibuat pusing. Bayangkan saja banyak kabel yang terhubung kemana-mana.

“Sohee kau disuruh Taemin apa?” Reflek kutolehkan kepalaku menghadap sumber suara yang telah menyapaku.

“E—eunkyung?”

‘Aku tidak percaya seorang siswi populer seperti Eunkyung mau bicara denganku’

Ia tersenyum manis kearahku. “Kau disuruh Taemin apa?” Ulangnya.

“Ak—aku disuruh mengecek kabel-kabel itu.”

“Ooh—kau mau kubantu?”

‘Apa? Dia mau membantuku? Ini seperti mimpi saja.

“Hei? Kau mau?” Reflek aku mengangguk cepat. Kulihat dari yang ia kenakan sekarang bukan baju biasa, dia memakai seragam. Berarti dia mewakili kelasnya untuk mengurusi acara festival ini. Tapi kenapa aku jarang melihatnya waktu itu? Ah—dia ‘kan populer mungkin saja ia mengurusi hal yang lain.

“Hei!! Disini kabelnya sudah tersambung semua.” Aku tersentak. Ternyata dia lebih dulu mengecek kabel itu. Aah—akhir-akhir ini aku kebanyakan melamun.

N—ne!! Aku mengecek yang disana, ya?” Ia mengangguk seraya tersenyum manis kearahku.

(SKIP TIME)

“—dengan kata lain, selamat atas kelulusan kalian. Semoga menyenangkan liburan musim panas kalian.” Dengan kalimat itu berakhirlah sambutan atau mungkin pidato dari kepala sekolah SMP Daegu. Semua siswa-siswi bertepuk tangan riuh. Aku yang menyaksikan disamping panggung mau tak mau juga mengikuti hal yang sama dilakukan semua siswa-siswi disini.

“O.K!! Gamsahamnida untuk kepala sekolah kita atas pidatonya. Sekarang inilah waktunya acara pertunjukkan masing-masing kelas IX. Kita mulai dari kelas IX-4. Silahkan.” Kudengar host yang kukenal dari kelas IX-5, kini mempersilahkan anak kelas IX-4 memasuki panggung. Aku bisa melihat dari kedua orang yang berdiri diatas panggung memakai kostum yang norak. Sepertinya mereka akan melakukan duet. Ketika musik terdengar, kukira mereka akan mendendangkan musik pop ternyata aku salah. Kulihat ada yang terhipnotis dengan euforia yang diciptakan kedua insan yang berada diatas panggung itu, dengan cara meliuk-liukan tubuhnya seperti orang kecacingan, ada yang bertepuk tangan mengikuti musik. Lalu aku? Aku hanya bisa sweatdrop melihat tingkah siswa-siswi itu. Ke 6 perwakilan dari kelas IX sudah menghibur para penonton. Aku yang melihatnya hanya bisa menguap, hah—rasanya bosan.

“Ya—inilah pertunjukkan yang paling ditunggu-tunggu. Apa kalian tahu siapa?”

Aku bisa mendengar banyak siswa-siswi berbisik-bisik. Tak sengaja aku menyunggingkan senyuman. Rupanya belum banyak yang tahu kalau The Phantomhive mengisi acara ini?

“Ah—rupanya kalian belum tahu ya? Inilah mereka perwakilan dari kelas IX-2, THE PHANTOMHIVE!!!”

“KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!”


Semua siswi berteriak histeris. Aku terkekeh ketika melihat tingkah para siswa yang menutup telinganya. Semua anggota The Phantomhive berdiri diatas panggung. Mereka mengambil alat musiknya masing-masing. Taemin dengan gitar bass-nya, lalu Seungho dengan drum-nya, kemudian saudaranya Seungho yaitu Key bersigap mengambil gitarnya. Lalu seorang namja yang terlihat innocence yang kutahu bernama Youngmin, mulai berjalan mendekati keyboardnya. Oh—ya tak lupa juga dengan vokalis dalam band itu Younghwa yang memasang gitar bass-nya.


“KYAAAAAAAAAA KEY, TAEMIN MARRY ME!!”

“YOUNGHWAAAAAA, YOUNGMIIINNNNNN!!!”

“SEUNGHO, KEEEEYYYY SARANGE!!”


Begitulah yang kudengar dari ucapan histeris para siswi perempuan. Ah—membuat telingaku sakit saja.


“SELAMAT SIAAAANGGGG SEMUAAAAANYAAAA!!” Younghwa mulai menyapa kami semua, yang ada hanya respon teriakan histeris oleh semua siswi perempuan.


Terdengar suara musik mulai terdengar dari alat musik yang mereka mainkan. Taemin memetik senar gitar bassnya seraya tersenyum, lalu seungho menabuh drumnya bersemangat, sama dengan Taemin, Key memetik senar gitarnya sambil menganggukkan kepalanya nampaknya dia menikmati lantunan suara yang dihasilkan alat musik yang mereka mainkan. Jangan lupakan Youngmin, dia menekan tuts keyboardnya dengan hati-hati dan tak lupa tersenyum kearah kami. Younghwa memetik senar gitar bassnya dan mulai melantunkan lirik lagu yang kukenal.


Talk all the talk with a poet's style

Tongue like electric, eyes like a child

Buy all your wives and the classic cars

Live like a savior, live like the stars

Talk all the talk with a model's smile

Tongue like electric, eyes like a child

Buy all your highs and the classic cars

Die on the front page, just like the stars

The big screens, the plastic-made dreams

Say you don't want it, say you don't want it

It's our world, the picture-book girls

Say you don't want it, say you don't want it

Don't you ask me if it's love my dear

Love don't really mean a thing round here

The fake scenes the plastic-made dreams

Say you don't want it, say you don't want it


Semua orang terhipnotis akan permainan musik mereka, dan hampir semua siswa-siswi melantunkan lagu yang dinyanyikan oleh Younghwa, bahkan mereka berloncat-loncatan karena kegirangan. Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah mereka.


Pace all the rooms with a jealous style

Tongue like electric, eyes like a child

Paint all your soul with the grand designs

Reach like a savior, your heart on the line

Talk all the talk with a model's smile

Tongue like electric, eyes like a child

Buy all your highs and the classic cars

Die on the front page, just like the stars


Aku bisa melihat Taemin selalu tersenyum kearah kami. Sepertinya dia selalu bahagia memainkan gitar bass-nya. Mungkin dia tidak bisa hidup tanpa musik. Ah—itu terlalu berlebihan. Tapi aku senang kalau dia juga senang. Tanpa sengaja aku mengembangkan senyuman karena melihatnya.


The big screens, the plastic-made dreams

Say you don't want it, say you don't want it

It's our world, the picture-book girls

Say you don't want it, say you don't want it

Don't you ask me if it's love my dear

Love don't really mean a thing round here

The fake scenes the plastic-made dreams

Say you don't want it, say you don't want it

Say you don't want it, say you don't want it

Say you don't want it, say you don't want it


Dengan serempak mereka menghentikan alunan musik yang mereka mainkan, otomatis penampilan mereka juga berakhir. Semua siswa-siswi bertepuk tangan riuh. Para siswi perempuan berteriak histeris meneriakan member The Phantomhive yang mereka agung-agungkan. Kulihat semua member The Phantomhive meninggalkan panggung. Tapi alangkah terkejutnya aku, bukannya Taemin turun di belakang panggung malah ia turun di samping panggung dan mendekat kearahku berdiri. Pasti seluruh siswi perempuan melihat kearahku. Sudah pernah kubilang aku benci jadi sorotan. Tanpa aba-aba ia memelukku. Apa yang dia lakukan?


Gomawo sudah melihat penampilan kami.” Aku bisa mendengar deru nafasnya menyentuh cuping telingaku, dan mengakibatkan sensasi menggelitik di daerah sensitifku. Aku hanya mengangguk canggung. Terdengar suara riuh yang mungkin dari suara siswi perempuan tidak rela karena aku dipeluk oleh Taemin. Tapi—Kenapa? Kenapa ia memelukku? Dan—dan rasanya detak jantungku memompa lebih cepat dari biasanya. Wajahku memanas. Aku—sekarang tahu apa nama penyakit ini. Ya—ini dinamakan penyakit cinta. Aku begitu bodoh baru menyadarinya. Aku suka padanya, bukan!! Lebih tepatnya AKU—

.

.

.

.

.

.

MENCINTAINYA!! Tuhan apakah begini rasanya jatuh cinta? Rasanya nyaman sekali. Ketika dia menyentuhku, ketika dia memelukku. Aku—ingin semua yang baru kurasakan ini tidak akan hilang begitu cepat. Ini hal pertama bagiku, mencintai seseorang. Ah—tepatnya seseorang yang kuanggap sahabat. Seseorang yang selalu menerangi ketika aku berada di kegelapan. Seseorang yang pertama kalinya menganggapku teman. Seseorang yang menjadi cinta pertamaku. Seseorang yang bernama Lee Taemin.


TBC

Author's Area :

Hallo~ saya mengepost Fic lebey nan nista saya di blog saya. Ahahahahaha~ hanya iseng sih, semoga suka yah.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Lidatan - Gumi - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -