Posted by : Lidatan
Jumat, 02 November 2012
Disclaimer : We don’t own the character, they are belong
to themselves.
Genre : Teen Romance/Hurt/Comfort
Warning : Gender bender, OOC, OC, elseword, typo dan
misstypo, authorfic ^^.
Rated : T
.
.
Aiesu ©
Chiyo Rokuhana
.
.
sHyning soHee collab with Eun
bling-bling and Lynda
proudly present
I.S [Inter Sexual]
Lee
Taemin (as boy), Lee Taehee (as girl), Choi Minho, and Lee Jieun (IU)
.
.
Bagian Ketiga
Me, She, and Her. - The new student and the girl at
club.
Setiap
aku bertanya pada eommaku.
“Kenapa
tubuhku begitu aneh?”
Ia
selalu diam.
Dan hanya
tersenyum kearahku.
Aku
sangat yakin dalam
senyuman itu—
terselip rasa kesedihan.
...
...
“Kau
akan tahu seiring berjalannya waktu nak.”
***
“Wah!
Takdir mempertemukan kita!” Si gadis tersenyum dan menyodorkan tangannya kearah Taehee.
Kening Taehee mengerut. “Perkenalkan namaku Choi Eunhee.” Imbuhnya sembari menyodorkan tangan.
Nampaknya
Taehee masih sakit hati dengan sikap si cewek tempo lalu yang dengan seenak jidadnya pergi tanpa ucapan terima kasih
sedikitpun. Eunhee masih setia dengan posisi awalnya,
menanti sodoran tangan dari lawan bicaranya itu. Taehee sama
sekali tak peduli dengan sodoran tangan Eunhee, akibatnya ia hanya menggenggam
udara dan tersenyum tipis.
“Apa
kau ingat denganku? Gadis yang kau selamatkan waktu itu?” Pancing Eunhee, seraya
menunjuk-nunjuk wajahnya sendiri.
“Hn. Aku ingat, bahkan sangat ingat
tampangmu itu.” Taehee membalas dingin,
malas berhadapan dengan perempuan sok kenal seperti gadis dihadapannya ini.
“Eeeeh?
Benarkah?” Mata Eunhee sedikit melebar akibat kekagetannya. Ia nampak berpikir
sebentar lalu mengangguk singkat setelah menimbang sebuah keputusan. “Kalau begitu,
ayo ikut aku!”
Dengan cekatan tangan mungil si gadis menyeretnya menuju
sebuah cafe bertuliskan
‘Black Buster’. Ketika mereka memasuki cafe, interiornya agak membuat Taehee
terkejut, begitu mewah dan elegan. Berbeda sekali dengan eksteriornya yang sangat
sederhana. Pengunjung yang berada didalamnya begitu berkelas. Taehee menelan ludah, Pasti
sangat mahal. Eunhee yang mendapati sebuah
kejanggalan dalam ekspresi wajah gadis di sebelahnya itu hanya bisa tersenyum geli. Ia
menarik sebuah kursi besi aluminium yang mengkilat.
“Duduklah.”
Sarannya. Taehee yang mulanya terbengong-bengong,
menatap sekilas wajah gadis yang baru dikenalnya itu. Ia
buru-buru menarik sebuah kursi yang berseberangan dengan Eunhee.
“Apa
maksudmu membawaku kemari?” Ucap Taehee
to the point. Nadanya yang terdengar serius membuat Eunhee sedikit
berjengit apalagi ketika
melihat tatapan iris smoky black milik gadis
dihadapannya yang berkilat
tajam. Mengerikan.
“Tak
ada!” Jawabnya enteng. Akibatnya Taehee mempelototi
Eunhee yang kini tertawa garing ketika melihat ekspresi Taehee yang mengerikan.
“Ha-hanya bercanda kawan—“
“Aku
tidak suka kau permainkan!” Potong Taehee yang hampir berdiri meninggalkan
kursinya. Tetapi tangan mungil Eunhee dengan cepat menyambar pergelangan tangan
Taehee. “Kumohon, dengarkan aku dulu.”
Taehee
nampak berpikir sebentar, dan menganggukkan kepalanya. Ia kembali duduk dan
menatap Eunhee yang kini tersenyum sumringah. “Nah! Sebelumnya kau mau memesan
apa?”
“Tak
usah repot-repot. Aku tak membutuhkannya. Cepatlah, apa yang mau kau katakan?”
Eunhee
menggembungkan pipinya, ia kesal. “Kau ini, tipikal gadis yang tak suka
bertele-tele.” Ucapnya. “Dan juga pemarah.” Tambahnya lagi.
“Terserah!”
Taehee membuang muka, ia jengkel dengan sikap gadis dihadapannya ini. Sudah
tahu ia tak suka bertele-tele,
masih saja sang gadis menyulut kobaran
api di dirinya. Apalagi moodnya
yang kini sedang tak bagus, maka lengkaplah sudah kekesalannya yang menggunung.
Eunhee
menghembuskan nafasnya perlahan. ”Baiklah, aku berterima kasih atas kejadian
yang lalu. Pasti kau dipecat dari pekerjaanmu kan? Maaf ya. Seharusnya waktu itu aku tidak
langsung pergi. Aku terlalu shock dengan
perlakuan pria tua brengsek itu. Seharusnya—“
“Sudah
cukup! Kau terlalu banyak bicara. Membuatku pusing.” Taehee memijit keningnya
perlahan. Akibatnya Eunhee hanya dapat memutar bola matanya imajinatif.
“OK!
Kupersingkat saja. Karena rasa terima kasihku, aku memberimu sebuah pekerjaan.” Eunhee menghela nafas
dalam. “Jadi, apa kau mau menerimanya?”
“Aku
tak butuh pertolonganmu.” Tolaknya kasar. “Aku juga bisa mencari sendiri
pekerjaan. Jadi hanya ini yang ingin kau katakan padaku?” Eunhee mengangguk
singkat. “Kau membuang-buang waktu berhargaku saja.”
Taehee
bangkit dari kursinya. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu kaca cafe yang menghubungkan dengan jalan
raya yang nampak senggang. Eunhee yang ternganga akibat ulah gadis itu, segera
tersadar.
“Oii!
Bagaimana kalau gajihnya empat kali lipat dari pekerjaanmu sebelumnya?” Teriak
Eunhee yang sama sekali tak menyadari tatapan pengunjung yang mencapnya
gadis-gila-penganggu-makan-siang. Taehee yang hendak membuka pintu kaca cafe, terhenti. Ia berbalik memutar dan kembali menuju
tempat duduk Eunhee yang kini sedang tersenyum puas. Aku tahu kau pasti mau.
“Baiklah,
aku terima.” Jawabnya
tegas.
“Walaupun
kau akan menyamar jadi laki-laki?” Tanya Eunhee meyakinkan.
Kening
Taehee mengerut dalam, ia segera duduk dan mencondongkan tubuhnya kearah
Eunhee. “Apa maksudmu?” Bisiknya pelan.
“Makanya,
kalau seseorang sedang menjelaskan sesuatu itu jangan—“ Eunhee yang melihat
tatapan tajam Taehee langsung menciut. “Baik. Pekerjaan
ini hanya diperuntukkan laki-laki. Sedangkan kau, perempuan. Memangnya kau mau
menyamar jadi laki-laki?”
Taehee
nampak berpikir sebentar, ia mengalihkan perhatiannya pada kaca jendela cafe. Hujan sudah turun. Matanya
mengawasi rintikan
air hujan yang berjatuhan membasahi
bumi. Taehee memejamkan matanya sesaat. Ia sudah yakin akan keputusannya. Taehee menoleh kearah Eunhee yang masih
setia menunggui
jawaban terlontar dari bibir mungil Taehee.
“Baiklah
aku setuju!”
Sebuah
senyuman puas terpatri diwajah cantik Eunhee. “Mulai Senin depan kau akan
langsung bekerja.”
***
Hari
Minggu memang paling mengasyikkan kalau dilalui dengan bersantai, entah itu jalan-jalan bersama
pacar tercinta, atau mungkin berpiknik bersama
orang tua dan adik. Berbeda dengan seseorang yang masih tergolek lemah diatas tempat tidur berbalut seprei
berwarna hijau tosca. Sinar mentari
menerobos masuk melalui ventilasi
jendela, pancaran sinarnya menerpa kelopak mata Lee Taehee yang masih terpejam. Akibatnya ia
mengarahkan tangannya untuk menutupi bagian matanya. Karena tak tahan, dengan perlahan kelompak matanya terangkat.
Mengerjap-ngerjapkan matanya guna memperbaiki penglihatannya yang kabur akibat
terpaan sinar mentari. Atensinya menuju jam dinding yang menunjukkan pukul
delapan. Ia menghela nafas sesaat. Memejamkan matanya, memikirkan hal apa yang akan ia
lakukan dihari libur. Tak lama sebuah bel menggema di seluruh ruangan apartemen, menembus indra pendengarannya.
Taehee bangkit dari tempat tidurnya,
melengos pergi menuju pintu depan.
CEKLEK
Pertama
kali yang ia lihat adalah sebuah punggung
pria. Pria jangkung yang mengenakan seragam kantor berwarna biru awan dan
sebuah topi menghiasi rambutnya yang cepak. Karena sadar penghuni apertemen
sudah membuka pintu, si pria
memutar tubuhnya menghadap seorang gadis yang nampak awut-awutan. Taehee
memasang wajah bingung ketika menatap pria dihadapannya yang kini sedang
menunjukkan senyuman bersahabat.
“Maaf,
ini ada sebuah kiriman.” Alis Taehee tertarik keatas. Ia menatap kotak yang dibungkus dengan kertas polos berwarna coklat tua
ditangan Pria—nampak seperti petugas pengirim barang kiriman. Pria itu
mengangsurkan kotak kearah Taehee yang disambut kedua tangan Taehee yang masih
menampakkan raut wajah kebingungan.
“Sebelumnya,
silahkan anda bubuhkan tanda tangan disini.” Pria paruh baya itu menyodorkan sebuah kertas putih, sembari jemarinya
menunjuk tulisan ‘penerima barang’.
Taehee mengangguk singkat
dan meletakkan barang kirimannya dilantai, ia langsung mengambil kertas beserta
pulpen yang tersemat diujung kertas berbentuk persegi panjang tersebut. Tanpa membaca nama si
pengirim barang, Taehee membubuhkan tanda tangannya. Merasa sudah selesai, pria
itu mengambil kertas yang berada ditangan Taehee. Setelah mengucapkan ‘terima
kasih’ pria itu pergi meninggalkan apertemen. Taehee yang masih menatap
kepergian pria itu tiba-tiba tersadar akan sesuatu. Ia mengarahkan pandangannya
pada sebuah kotak yang berada dilantai. Apa
ini? Dengan perlahan ia membungkuk dan mengambil kotak, setelahnya ia
menutup pintu apertemen dengan tergesa-gesa.
Dengan
terburu-buru ia berlari kecil menuju ruang tengah, menghenyakkan pantatnya
disebuah sofa tua berwarna merah maroon.
Ia berpikir sebentar, sembari menatap kotak yang berada ditangannya. Hatinya
mengatakan lebih baik tidak usah dibuka,
mungkin isi didalam kotak itu sebuah bom. Tetapi rasa penasaran mengalahkan
segalanya. Hingga akhirnya ia membuka perlahan selotip yang merekat dikertas
yang menutupi kotak. Ia tercekat kala membuka penutup kotak. Di dalamnya berisi
sebuah wig berpotongan
rambut laki-laki dan sebuah kain putih panjang yang ia tak ketahui apa itu
sebenarnya. Taehee meletakkan wig dan kain—yang menurutnya sangat aneh—diatas
meja yang berada diseberangnya. Masih ada lagi satu benda yang tertinggal
didalam kotak, dengan perlahan tangannya
mengambil benda yang menyerupai amplop. Sebuah surat dari si pengirim barang rupanya.
Hai, Taehee!! Benar bukan itu
namamu? Hehe... barang ini sengaja kubeli untukmu bekerja nanti. Oh Ya, sebagai
rasa terima kasihku, tentu saja. Kau tahu ‘kan kegunaan wig? Tentu saja kau tak
bodoh, bukan? Hehe... Tak sengaja urat sarafnya
mengencang ketika membaca dibagian itu. Gadis ini dimanapun ia berada sungguh
membuatnya jengkel. Err—dan kain panjang
yang berwarna putih, kau tahu ‘kan itu? Korset.
Benda itu untuk menutupi dadamu. Maaf
ya—seharusnya aku saja yang mengirimnya langsung, tapi karena begitu
sibuknya jadi kukirim
saja barang itu kerumahmu. Kutunggu dihari Senin. Kupastikan aku akan terkejut
dengan penampilanmu.
Salam,
Eunhee
Ia
membuang sembarangan surat yang sukses mengencangkan urat-urat sarafnya dipagi hari. Ada
terbersit rasa penasaran dalam benaknya. Dari
mana gadis cerewet itu tahu alamat rumahnya? Apa gadis itu memata-matainya?
Tapi Taehee hanya menyikapinya dengan logika, mungkin ia menanyakannya dengan Han Jieun. Ia
menghela nafas dalam, atensinya mengarah pada kain—yang dikatakan dalam surat
Eunhee adalah korset—untuk menutupi dadanya.
Dadaku? Ia
mendengus. Matanya terpejam sesaat. Untuk
apa? Aku tak butuh. Ia mengalihkan perhatiannya kearah jendela kaca
apertemennya. Mengawasi dua pasang burung terbang dengan anggunnya. Ia
tersenyum sedih. Aku rindu padamu, eomma.
***
Dengan
langkah gontai Taehee menjajakan kakinya dijalanan beraspal. Ia mengucek-ngucek
matanya yang masih terasa mengantuk. Jam sudah menunjukkan pukul setengah
tujuh. Ia sengaja datang kesekolah pagi sekali, guna menghindari
sesuatu—sesuatu yang terus-terusan mengganggu tidurnya. Mengakibatkan kantung
mata menghiasi wajahnya yang bisa dibilang cantik.
Ketika
ia sampai digerbang sekolah. Tak sengaja telinganya menangkap sebuah suara yang sangat familiar. Ia
menghentikan langkahya, tetap
berkonsentrasi terhadap suara yang kini mendekat dibelakang punggungnya.
Lama-kelamaan segerombol anak laki-laki berjalan melalui Taehee yang masih bergeming.
Ia mengangkat wajahnya perlahan. Tak salah lagi, diantara segerombolan anak
laki-laki itu ada dia. Taehee menatap
pemuda paling jangkung diantara para anak laki-laki yang sedang membicarakan
hal tak jelas—bagi Taehee. Ia tersenyum tipis kala melihat pemuda yang ia tatap
sedang bercanda dengan teman-temannya. Merasa ada yang menatap, pemuda itu
menoleh. Tatapan mereka bertemu. Taehee membeku. Ia mengalihkan pandangannya
kearah tanaman rambat yang tumbuh didekat gerbang. Tanpa dikomando ia melangkahkan
kakinya cepat-cepat melalui segerombol para anak laki-laki yang menatapnya agak
heran.
“Kenapa
si Taehee itu?” Tanya seorang pemuda bertubuh gempal, yang lainnya hanya
menghendikkan bahunya, pertanda tak tahu. Ada seraut kesedihan
terpatri diwajah rupawan Choi Minho
kala menatap punggung gadis dihadapannya yang kini sudah jauh dalam jangkauan
matanya. Seharusnya aku yang menjauhinya.
SRAK
“Selamat
pagi semua!” Wanita paruh baya yang kelihatan masih muda itu tersenyum riang.
Ia seorang guru yang terkenal akan
senyum lima jari di SMA Daegu ini. Tak heran semua siswa menyukai sikapnya yang kadang agak
memalukan.
“Pagi,
Jihee seongsangnim!!” Balas siswa
kelas XI.
Senyuman
puas tak henti-hentinya ia kerahkan demi melihat muridnya yang kini menatapnya dengan
senang. “Rupanya, tak sia-sia juga hari ini cuacanya begitu cerah. Sehingga tak
menyurutkan semangat kalian. Tetaplah seperti itu.” Ucapnya masih tersenyum.
Ia
menoleh sebentar kearah pintu geser, dan menatap muridnya yang kini memasang
wajah kebingungan. “Sepertinya, kalian akan punya teman baru.” Terdengar suara
riuh menggema dikelas yang penduduknya lebih banyak kaum adam itu. “Masuklah.”
Teriaknya memerintah kepada orang yang masih berada diluar kelas.
SRAAK
Seketika
seluruh penduduk kelas diam membisu. Mereka menatap seorang gadis dengan
perawakan mungil, rambutnya yang panjang dan ikal ia ikat sampai tengkuknya,
sebuah jepitan bunga dandelion tersemat
indah disisi poninya. Gadis itu memakai kacamata dengan frame bening. Sehingga ia nampak seperti gadis-yang-jenius. Ia
tersenyum, sebuah lesung pipit menghiasi pipinya yang agak chubby.
“Perkenalkan
namaku Jung Hara.” Ia berojigi.
“Salam kenal semuanya!”
Taehee
sekilas menatap wajah Minho yang nampak terkejut, tak sengaja keningnya
mengerut halus. Ada hubungan apa gadis
itu dengan Minho?
***
From 0877xxxx
Sepulang sekolah, langsung saja
mampir ketempat kerjamu. Kau sudah tahu ‘kan alamatnya?
Eunhee
Received
04:65 P.M
Taehee
menatap layar ponsel blue metal-flip yang
cahayanya mulai meredup. Ponsel yang
susah payah didapatkannya lagi setelah insiden tarik menarik dengan si kelinci
pencuri. Ia mendengus. Gadis ini ternyata sudah menanyakan
pada Han Jieun segalanya. Termasuk nomor ponselnya. Ia menekan tombol sent untuk mengirim balasan pesan dari
gadis—yang menurutnya sangat cerewet.
To
0877xxxx
Hn!
Aku akan kesana. Mungkin agak sedikit terlambat.
Sent
04:69 P.M
Lee Taehee menutup ponsel blue metal-flipnya, dengan santainya ia
melangkahkan kakinya menuju apertemen. Mungkin ia perlu membersihkan diri
terlebih dahulu. Kemudian berangkat menuju tempat kerjanya. Pelajaran Physical test dari guru yang terkenal
galak seantero sekolah, memang benar-benar membuatnya kelimpungan. Yang
dapat ia lakukan hanya menghela nafas pasrah, bagaimana nantinya hasil test itu keluar.
Didekat
gerbang sekolah ia tak sengaja berpapasan dengan seseorang yang kini banyak
dibicarakan oleh murid SMA Daegu. Si gadis baru itu, Jung Hara. Hara
tersenyum manis kearah Taehee. Entah kenapa ia merasa agak jengkel menatap
wajah si anak baru. Ia hanya membalas
senyuman Hara dengan senyuman tipis. Mungkin nampak terlihat seperti
seringaian.
“Kau,
sekelas denganku kan?” Suaranya mengalun lembut digendang telinga Taehee.
Taehee sempat berpikir jikalau
gadis ini seorang penyanyi,
mungkin albumnya akan meledak dipasaran. Ia mengangguk singkat.
“Bagaimana
kalau kita pulang bersama? Kau mau ‘kan?” Tawarnya. Taehee awal mulanya sempat
bingung, bukankah ia populer? Pasti banyak murid yang mau berteman dengannya.
“Semua orang disini membicarakanku hal yang macam-macam. Yang kutahu, hanya kau
yang tidak peduli dengan omongan-omongan mereka. Mereka itu, senang sekali
bergosip.” Imbuhnya.
Kau tak tahu saja. Aku juga
dibegitukan.
“Aku
tipe orang yang tidak menyukai kegiatan aneh yang sering dibilang menggosip
itu. Sangat rendahan, membicarakan aib orang yang belum diketahui itu fakta
atau bukan.” Hara tertegun. Ia menatap Taehee agak lama, dan hal itu membuat
Taehee merasa tidak nyaman. Jangan bilang
dia akan menyukaiku. Ia mengatakan hal itu berulang-ulang.
“Waw!
Kau mengesankan sekali. Mungkin kau satu-satunya orang disini yang paling
waras.” Hara tertawa terbahak. Tak sengaja setitik air mata menetes diujung
kelopak matanya. Ia mengusapnya dengan perlahan. “Aku menyukaimu.” Alis Taehee
tertarik keatas. “Ma-maksudku bukan suka ya... diantara sepasang kekasih. Aku
masih normal. Aku menyukaimu sebagai teman.” Taehee tertegun dengan ucapan
diakhir suku kata yang Hara ucapkan. Baru kali ini ada seseorang yang mau
berteman dengannya.
Hara
menyodorkan tangannya kearah Taehee. Taehee menatap tangan putih itu agak lama.
“Mau menjadi temanku?” Ucapan Hara membuyarkan lamunannya. Tanpa sedikit rasa keraguan ia membalas jabatan tangan
Hara. Tangannya dingin, tapi tak sedingin sikapnya.
Taehee
mematut kearah cermin berukuran sedang dikamarnya. Ia menggelung rambut
panjangnya yang sepundak. Apa aku benar
akan melakukan hal ini? Ia menghela nafas dalam. Tanpa ragu tangannya mengambil wig yang
tergeletak diatas meja belajarnya. Dengan hati-hati ia memasangkan wig yang setengahnya menutupi rambutnya,
memang pertama kali terasa agak gatal. Mungkin lama-kelamaan akan terasa
nyaman.
Ia
memperhatikan bayangannya di cermin.
Berbeda sekali, mungkin tak akan ada yang mengenalnya. Taehee mengambil kacamata berframe hitam. Setelah memasangnya dengan
sempurna ia mengangguk singkat dan melengos pergi menuju sebuah cafe Starbucks disebelah barat kota.
***
“Manajer,
kau bilang nanti ada pegawai baru. Benarkah itu?” Tanya seorang wanita paruh
baya yang kini memeriksa hasil pendapatan bulanan cafe Starbucks. Wanita itu duduk disebuah sofa yang memang
diperuntukkan untuk tamu yang mau menemui manajer
cafe
ini dikantornya.
Sebuah
senyuman terpatri diwajah cantik gadis belia yang kira-kira berumur delapan
belasan. Ia sedang duduk disebuah kursi putar. Dengan gerakan memutar ia
menatap kesebuah jendela kaca, mengawasi lalu lintas yang agak padat. Ia
menumpu wajahnya dengan sebelah tangannya.
“Benar.”
Sebuah jawaban singkat itu tak dapat memenuhi hasrat bertanya dari wanita yang
kini menatap belakang punggung gadis itu. “Ba—“
“Berhenti
bertanya. Nanti kau akan melihatnya sendiri.” Potong gadis itu.
Wanita itu menghela
nafas pelan. “Baiklah.”
Hm~ dia lama sekali sih?
Taehee
mengawasi sebuah bangunan modern bercat
cream yang
dipadukan dengan warna coklat muda. Tak salah lagi dibangunan itu terdapat
sebuah plang ‘Starbucks Cafe’. Tanpa
ragu ia membuka pintu kaca cafe. Lee Taehee bisa melihat seluruh
pengunjung menatapnya heran. Terlebih para gadis-gadis menatapnya
terkagum-kagum. Ia meringis. Begini ya
rasanya jadi populer dikalangan gadis-gadis?
“Selamat
sore.” Sebuah suara khas perempuan mengalun digendang telinganya. Atensinya
mengarah kesumber suara. Gadis belia dengan baju maid berwarna hitam putih menyapanya dengan sopan. Tak lupa sebuah
senyuman hinggap diparas manisnya.
Taehee
menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Err—aku mencari manajer cafe ini. Kau tahu ruangannya ada
dimana?”
Gadis
pelayan itu menatapnya agak lama. Rona merah menjalar dipipinya yang putih.
Taehee menelan ludah. Ia agak takut.
Setelah beberapa saat gadis pelayan itu tersadar. “Tunggulah. Saya akan menemui
manajer terlebih dahulu dan memberitahukan bahwa ada yang mencarinya. Pemuda
bernama—“
“Lee
Taeh—maksud saya Lee Taemin.” Jawabnya.
Gadis
itu mengangguk singkat dan meninggalkan Taehee yang mengalihkan perhatiannya di
counter cafe. Ia menatap seorang
gadis dengan perawakan agak tinggi, rambutnya ia ikat dengan gaya ponytail. Dua jepit rambut bunga
berwarna pink tersemit dikedua sisi
poninya. Tatapan mata gadis itu hampa. Mungkin yang melihatnya akan merasa seperti melihat mayat
berjalan. Tatapan itu sama sepertinya dulu. Datar, kosong, hampa, dan seperti
tak bernyawa. Sebuah tepukan pada pundaknya membuyarkan lamunannya. Ia menoleh
kearah si penepuk. Hal yang pertama dapat ia lihat adalah cengiran gadis yang
baru beberapa hari ini ia kenal.
Sial, dia lagi!
“Yo!
Apa kabar, teman!”
-To Be Continued-
Waa, jangan gebuk saya karena reader-san tak menemukan
nama IU ataupun Lee Jieun di chapter ini. Saya enggak boong kok suer, itu
deskripsi terakhir ada tampang IU kok, yang meskipun dia OOC parah. Yang
penting dia adakan? Ahahahaha..
Pokoknya, give us feedback ya Chingudeul ^^//
[ Lynda ]
.
.
Hahaha~ bener apa yang dikatain ma Lynda. Di chapter
ini kagak ada tertera nama IU sama sekali. Maaf saja yak! Kalau IU disini OOC
parah, sifatnya gak kayak sifat gadis ceria gitu. Soalnya tuntutan alur cerita
begitu, kawan!! Yup, give us, give us F.E.E.D.B.A.C.K, kalau gak ngerti RCL aja
deh.
[ sHyning soHee ]
.
.
-Eun Blingbling Bachots Area-
what??? Lida!!! What do you mean about ‘gadis-gila-penganggu-makan-siang’????
kau menistakanku!! lagian apa pula karakterku ini??
sungguh berbeda dengan diriku yang anggun dan elegan! #pengakuan tingkat sarap
dan apa ini??? Chapter ini semuanya punya lida!!!
Hueh! #digampar karna protes mulu
yah yang penting ane dan nama ane terpampang!
Gkgkgkgkgk....
dan.dan mana pula nih romancenya #bener.bener minta di
gampar
hohohoho... oke saya hanya ingin berterima kasih pada
reader yang mau baca FF ini sampai chapter 3 ini! Gamsahamnida!!! #bow
Don’t forget! Leave your comment ^^