Posted by : Lidatan
Selasa, 10 Juli 2012
The Woman in Shadow
A Naruto Fanfiction
All Character of Naruto © Masashi
Kishimoto-Senpai
Original Story © Vanille Yacchan
Warning : OOC, AU, TYPO(S), SASUSAKU,
DLDR
Rated T
Summary :
Uchiha Sasuke, seorang pemuda yang hidup
nomaden.Ketika ia mengunjungi desa sahabatnya, ia dihadapkan dengan sebuah
misteri seorang wanita muda yang dituduh sebagai pembunuh suaminya. Beta-reader nyan-himeko.
.
.
.
[File
01; The Day of the Beginning]
...
...
Seorang
pemuda memandang lekat kearah jam yang melingkar dipergelangan tangannya.
Kadang atensinya bergulir menuju peron yang kini dijejali manusia yang sama
sekali tak dikenalinya, kadang turis pun juga ikut berseliweran di jalan ini. Si pemuda meremas-remas
jarinya perlahan—menahan kegugupan. Ia tahu,
sahabatnya itu bukanlah orang yang memakai
jam karet dalam hidupnya. Apa mungkin jadwal kereta yang ditumpangi sahabatnya
itu terhambat, atau yang lebih parahnya... ah
tidak mungkin.
Ditengah
rasa kegundahannya, seseorang menepuk pundaknya perlahan—menambah rasa
kegelisahannya. Banyak yang bilang, sekarang orang-orang menghalalkan segala
cara untuk menyantuni kehidupan mereka, merampok dan membunuh salah satunya.
Memorinya berputar, ingatannya mengarah pada cerita dari cerita temannya.
Seseorang mengalami hal yang sama sepertinya—ditepuk
pundaknya—lalu si korban menoleh kearah si penepuk. Ketika si korban menatap
penepuknya, korban kontan kehilangan kesadaran. Orang-orang
disekitar bisa saja menganggap si korban sedang bersama temannya atau sanak
saudaranya. Keesokan harinya, si korban ditemukan
di daerah perbatasan desa Utara. Keadaannya
menggenaskan, disekitar tengkuknya terdapat bekas sayatan benda
tajam dan lagi semua harta
bendanya hilang. Sungguh pembunuh yang keji. Polisi mengatakan pelaku kemungkinan
melakukan hipnotis kepada korbannya, dan cara terbaik untuk menghindar hanya
dengan tak bertatapan langsung dengan si pelaku.
Pemuda
itu berpaling menghadap si penepuk. Dan tak lupa memejamkan
matanya karena ia tak mau nyawanya terbuang ditangan
perampok. Sungguh di zaman sekarang manusia hanya ingin mencari kekayaan secara
instan.
“Kau
kenapa Naruto?” Suara baritone menembus alat
pendengarannya. Pemuda yang dipanggil—Naruto—perlahan menarik kelopak
matanya. Hal yang pertama dilihatnya adalah iris mata sekelam malam yang
menatapnya menyelidik.
“Ya
ampun, Sasuke! Kau
lama sekali tahu! Kukira kereta yang membawamu kecelakaan, dan kau sekarat.”
Naruto memeluk pemuda yang dipanggilnya—Sasuke—dengan eratnya.
“Apa?”
Dengan sentakan keras Sasuke melepas pelukan sahabatnya yang terkenal sangat
cerewet. “Kau senang sekali berpikiran negatif.” Sasuke menggelengkan
kepalanya, ia heran kapan sahabatnya yang satu ini bisa berpikiran
optimis dan berhenti menjadi
toa.
“Janjinya kan sekitar
pukul sembilan. Sekarang sudah pukul sepuluh tiga puluh. Terimakasih sudah membuatku khawatir, Sasuke.” Naruto menyodorkan
jam tangan digitalnya kearah Sasuke. Ia hanya tersenyum
dan merasa tak bersalah sama sekali.
“Kenapa
senyum? Kau berhutang dua permintaan
maaf denganku, tahu!”
Naruto mengarahkan dua jarinya kearah wajah Sasuke.
Sebuah
kerutan halus menghiasi kening Sasuke. “Dua?” Naruto mengangguk. “Seingatku kau
hanya khawatir karena aku terlambat.” Tambahnya.
Alis
Naruto tertarik keatas, ia menatap Sasuke heran. “Kau tidak pernah baca koran lokal ya?
Atau mungkin kau tidak pernah berlangganan koran? Makanya jangan hidup nomaden dong.” Naruto terus saja mengoceh membuat
urat saraf Sasuke mengencang.
“Ya, ya aku
tidak pernah baca koran.” Sasuke mengangguk-anggukan kepalanya pertanda
mengiyakan.
“Kau tahu sendirikan aku terlalu sibuk, maaf saja kalau tidak bisa berlangganan koran.” Katanya seraya membenarkan
jaket yang ia kenakan.
“Wah, sudah
hampir pukul sebelas. Lebih baik kita istirahat sebentar. Itukan yang kau butuhkan?”
“Hn.”
...
...
“Sebenarnya
apa yang membuatmu datang kemari?” Tanya Naruto yang kini berada disebuah kedai
sederhana. Kedua sahabat itu memesan makanan yang sama. Roti selai kacang
dengan daging asap asparagus. Tak lupa kopi hangat yang mengepul di dalam
cangkir kaca bening.
Sasuke
menyesap perlahan kopinya dan kemudian meletakkan
cangkir kopi diatas piringan kecil. “Tak ada.” Ujarnya enteng.
Naruto
dengan cepat mengunyah daging asapnya. Sasuke yang memperhatikan
cara Naruto memakan makanannya hanya dapat menggelengkan kepalanya. “Ha? Tidak
mungkin! Kau kesini pasti ingin mencari inspirasi. Aku
tahu pekerjaanmu yang menggunung, pasti otak
kirimu tak dapat berfungsi lagi.” Oceh Naruto.
“Sebenarnya
aku hanya ingin berlibur.” Jeda sebentar, Sasuke mengunyah rotinya perlahan.
“Kalau sekalian aku ingin mencari inspirasi ya...itu boleh juga.” Katanya
seraya tersenyum tipis.
“Haaah,
terserah. Tapi kau jangan berjalan di daerah ini sendirian.” Naruto menyesap
kopinya.
Alis
Sasuke terangkat, heran. “Kenapa, memangnya?” Tanyanya. Naruto meletakkan
cangkirnya dipiringan kecil, mata birunya menatap mata hitam Sasuke secara
intens. “Kau bodoh, ya? Tentu saja nanti kau tersesat.” Naruto menyeringai
karena telah berhasil mengelabui sahabatnya.
Sasuke
hendak membalas, tapi terhenti ketika seorang gadis yang kira-kira
berumur dua puluh tahunan—menurut penglihatannya—memasuki kedai sederhana itu.
Para pelanggan banyak berbisik-bisik ketika melihat si gadis. Dari
penglihatan Sasuke, gadis ini terlalu
mencolok. Rambutnya berwarna merah muda, digelung dengan indah dan berhiaskan
mutiara putih yang mengitari gelungan. Ia memakai gaun terusan berwarna putih
semata kaki. Tak lupa dileher jenjangnya terdapat kalung yang sejenis
dengan mutiara yang mengitari gelungan rambutnya. Menurut Sasuke gadis itu tak
pantas berada di kedai ini. Karena dari penglihatannya,
gadis itu tipikal oujo-sama. Tak
sengaja si gadis memalingkan wajahnya, ia sadar bahwa setiap
pria bahkan wanita yang berada di kedai menatapnya penuh damba. Bahkan seorang
Uchiha Sasuke yang notabene tak pernah percaya cinta pada pandangan pertama,
tercekat akan pesona gadis itu. Rupa si gadis tak
secantik layaknya dewi-dewi mitologi Yunani. Tapi jika dilihat
dengan teliti maka kau akan menemukan pesona tersendiri dari gadis ini.
Senyumannya...
Mata emerald
itu...
Bahkan warna
surai rambutnya yang tak biasa...
Sekarang ia maklum, kenapa setiap orang
berbisik-bisik.
“Haaah...
orang elit itu lagi.” Naruto berujar, seraya menghela
napasnya perlahan. Sasuke yang masih memandangi si gadis, spontan
menarik pandangannya. Ia langsung menoleh kearah Naruto.
“Siapa
yang kau maksud ‘orang elit itu lagi’?”
Tanya Sasuke serius.
Naruto
mencondongkan tubuhnya, dan mengarahkan satu telunjuk jarinya kearah bibirnya.
“Ssst... kau terlalu kencang. Ya, tentu saja
orang yang kau tatap tadi.” Naruto seraya menunjuk si gadis dengan
dagunya.
“Memang
siapa dia? Dan kenapa juga aku harus berbicara berbisik?” Tanya Sasuke dengan
kedua alisnya yang mengerut.
“Sudah
kubilang dia orang elit di desa ini. Kau orang baru disini jadi harus perlu
tahu tentang hal ini. Di desa orang-orang menengah sangat tabu membicarakan
mereka. Itu akan membuatmu celaka. Dan orang itu termasuk di dalamnya.” Ujar Naruto dengan tampang serius. “Lebih baik kau jangan dekat-dekat dengan orang
elit.” Tambahnya.
“Kalian memang aneh.”
Ia mengalihkan pandangannya lagi kearah si gadis
yang kini sedang berbincang dengan seorang wanita yang lebih tua. Wanita itu
berwajah bulat, dan agak gemuk.
Sebuah
tepukan hangat mendarat dipundak Sasuke. Sasuke menoleh kearah Naruto yang
menepuknya. “Kau sudah tertawan oleh pesonanya, kawan.” Kata
Naruto seraya menggelengkan kepalanya perlahan.
Sasuke
hanya menyeringai. “Mungkin yang kau
katakan ada benarnya.”
Naruto
membelalakan matanya, kaget. Ia tak percaya. Seorang Uchiha Sasuke ternyata
bisa takluk juga akan pesona orang itu. Si Uzumaki melepaskan tangannya dari pundak Sasuke. Ia meneguk kopinya hingga tandas, dan
meletakkan cangkirnya ketempat semula. Mata biru Naruto menatap lurus kearah
mata hitam Sasuke. Kali ini ia serius.
“Lebih
baik kau hindari dia Sasuke.” Saran Naruto kemudian. Sasuke, hanya menampakkan raut wajah kebingungan.
“Kau orang baru, jadi tak tahu apa-apa rahasia keji yang disimpan oleh desa
ini.”
Ucapan
Naruto sukses membuat Sasuke bingung luar biasa. “Memangnya apa ada hubungannya
dengan gadis itu?” Tanya Sasuke masih menampakkan raut kebingungan. Naruto
hanya mengangguk.
“Ia
seorang Janda. Suaminya beberapa bulan yang lalu meninggal. Polisi mengatakan
ada yang meracuni pria yang dinikahi wanita itu, setelah itu ditusuk dengan
pisau dapur. Benar-benar mengerikan. Tuduhan tertuju pada istrinya. Dia
membunuh suaminya sendiri. Ketika ditemukan mayat suaminya, ia juga tergeletak
menyandar di dinding. Ketika polisi mewawancarainya, ia tak ingat perihal
apapun yang dilakukannya. Sidik jari dipisau dapur itu cocok sekali dengan
sidik jarinya. Karena ia tak ingat apapun, makanya ia tak ditahan oleh polisi.
Mungkin dianggap tak waras.” Naruto menjelaskan dengan serius. Tatapan matanya
menyiratkan akan kengerian.
Sasuke
sedikit tak percaya dengan cerita yang ia dengar dari Naruto. Gadis
itu—maksudnya wanita yang kelihatannya sangat baik seorang pembunuh? Bahkan ia
terlalu muda jika dikatakan tak waras. Bukankah pada umumnya wanita berumur dua
puluhan masih senang memikirkan dirinya sendiri, jarang memiliki pemikiran yang
membuat otak kelelahan menampungnya. Bahkan ia orang yang berada. Tak akan
pusing dengan keuangan.
“Mana
mungkin? Aku tak percaya Naruto. Dia sepertinya wanita yang baik, ceria, dan
mudah tersenyum. Mungkin ada yang menjebaknya.” Elaknya. Sebelum menjawab
perkataan Sasuke, Naruto mendengus dan menggelengkan kepalanya.
“Kau
sudah dibutakan oleh penampilannya. Wanita baik pun bisa saja menjadi jahat dan
membunuh hanya karena sebuah dendam. Dan dengan mudahnya menghilangkan nyawa
manusia.” Kata Naruto.
Naruto
menggerakkan tangannya keatas, seraya memanggil ‘pelayan’. Seorang gadis dengan
perawakan mungil, rambutnya berwarna pirang panjang, dan sebuah poni menutupi
keningnya, menghampiri Naruto. Naruto memesan makanan yang tadi ia pesan. Gadis
itu dengan cekatan menulis pesanan Naruto. Ia menawari Sasuke hendak memesan
lagi atau tidak? Sasuke menggeleng. Ia sudah kenyang dengan roti selai kacang,
daging asap asparagus, dan secangkir kopi. Karena tak ada lagi pesanan, gadis
itu meninggalkan mereka menuju dapur.
Naruto
membuka zipper jaketnya. Ia
mengibas-ngibaskan tangannya, karena kepanasan. “Sebaiknya aku tadi memesan air
dingin saja.” Katanya.
Sasuke
hanya diam. Ia memikirkan sesuatu. Dari luar desa ini kelihatannya baik-baik
saja. Tapi pada kenyataannya begitu misterius. Apalagi wanita itu. Niatnya
hendak berlibur dan tak memikirkan sesuatu yang membuat otaknya lelah,
nampaknya tak akan terealisasi.
“Hei!
Kau benar-benar akan menjauhi wanita itu kan, Sasuke?” Tanya Naruto.
Sasuke
mengangkat bahunya perlahan. “Tidak juga.” Katanya.
“Hei
dia itu berbahaya. Aku khawatir kau kenapa-napa. Harus bagaimana lagi agar kau
percaya kata-kataku.” Naruto mengacak-acak rambut berbentuk durennya frustasi.
“Banyak orang bilang dia wanita pembunuh
bermuka dua di desa ini.” Tambahnya.
Sasuke
ragu apa ia dapat mempercayai ucapan Naruto.
“Maaf
menunggu lama.” Seorang gadis pelayan yang tadi melayani Naruto kini
menghampirinya. Ia meletakkan sepiring roti selai kacang, daging asap
asparagus, dan secangkir kopi hangat. Asapnya mengepul, memberikan sensasi
menenangkan bagi Naruto yang menghirup aromanya. Setelah Naruto mengucapkan
‘terima kasih’ gadis pelayan itu meninggalkan mereka menuju dapur.
“Apa
kau masih lapar?” Tawar Naruto. Ia mengangsurkan sepiring roti selai kacang dan
daging asap asparagus kearah Sasuke. Sasuke hanya menggeleng. “Ya sudah. Aku
makan saja semuanya.”
“Naruto.”
Panggil Sasuke.
“Hm?”
Naruto menoleh kearahnya.
Mulutnya masih penuh dengan daging asap dan roti selai kacang.
“Apa
kau tidak heran?” Kerutan halus menghiasi kening Naruto. “Bukankah dia dituduh
sebagai pembunuh. Kenapa semua orang disini masih menerimanya seperti layaknya
bukan pembunuh?”
Naruto
mengunyah makanannya perlahan. “Tentu saja ia seorang elit. Dianggap tak waras
pula. Polisi dan dokter bekerja sama dengan masyarakat sekitar agar tak
membicarakan hal ini. Mungkin agar dia tidak tertekan.” Kata Naruto. Sasuke
mengangguk. “Bahkan ia dianggap oleh masyarakat sekitar, dermawan, dan sangat
baik. Lihat saja, dia sering sekali ke kedai ini. Seharusnya mana mungkin
seorang elit datang kemari?” Jeda sebentar, Naruto menyesap kopinya yang telah
mendingin. Lalu meletakkannya diatas piringan kecil. “Haah...tetap saja aku tak
percaya dengannya. Bisa saja dia berpura-pura tak waras, kebaikan hatinya
mungkin sebagai senjata untuk menutupi kejahatannya itu.” Tambahnya.
“Kau
terlalu berlebihan Naruto.”
“Terserah.”
Naruto mendengus, memilih untuk
menghabiskan makanannya. Sasuke mulai merenung. Keadaan di desa ini begitu membingungkan.
Setahu Sasuke, polisi itu tidak pernah pandang bulu. Bagaimanapun keadaan si
pelaku ia tetap akan menangkapnya. Walaupun si pelaku dianggap tak waras,
setidaknya si pelaku akan dimasukkan kedalam rumah sakit jiwa.
“Terima
kasih, tuan.”
Sebuah
suara yang begitu anggun mengalun lembut ditelinga Sasuke. Ia menoleh kearah
sumber suara. Ternyata suara wanita itu.
Wanita
itu tersenyum. “Besok, saya akan datang kesini lagi. Mungkin akan memesan
risoto roasted beef.” Katanya.
Pemilik
kedai itu tersenyum senang. “Oh! Silahkan nyonya. Saya tidak berkeberatan anda
datang kemari, lagi.” Katanya seraya menyerahkan sebuah keranjang besar kearah wanita pink
tersebut dan tangan mungil miliknya menyambut, tak lupa
dengan sebuah senyuman khas wanita berada.
Ia
pergi meninggalkan kedai, dan tak lupa mengumbar senyuman kearah setiap orang
yang memerhatikannya, atau bahkan yang menegurnya. Benar-benar wanita yang
sangat berattitude tinggi. Bahkan
cara berjalannya begitu anggun. Sepertinya ia dididik sangat keras dalam
bertingkah laku. Tak heran jika dia begitu sopan. Sasuke masih memerhatikan
wanita itu. Ditengah jalan ia dapat melihat wanita itu membantu seorang anak
kecil memungut permennya yang terjatuh. Dalam setiap perjalanannya, baru kali
ini ia menemukan wanita kaya yang baik hati, tetapi dianggap sebagai pembunuh.
Sasuke hanya bisa tersenyum tipis memandang punggung wanita itu yang semakin
menjauh dari jangkauan matanya.
...
...
Akasuna
Sakura sedang duduk menatap makan malamnya. Tangan kanannya memegang secangkir
teh hangat yang mengepul. Makan malam hari ini memang terbilang sederhana. Steak beef yang dihangatkan dan beberapa
roti-roti manis yang merupakan kombinasi teman untuk minum teh. Seorang wanita
berumur dua puluh lima tahunan dengan perawakan agak tinggi dan berambut hitam,
menghampiri majikannya.
Sakura
agak terkejut akan kehadirannya yang begitu tiba-tiba. “Ah! Shizune! Kau
benar-benar mengagetkanku.” Katanya.
Wanita
pelayan itu tersenyum kikuk. “Maafkan saya, nyonya. Saya hanya mengingatkan,
bahwa sebentar lagi waktunya nyonya minum obat.” Shizune membungkuk memberi
hormat, dan meninggalkan Sakura sendirian diruang makan yang terbilang luas
itu.
Ia
telah menyelesaikan makan malamnya. Nampaknya hari ini ia memiliki selera makan
yang memuaskan. Biasanya Sakura
tak akan pernah bisa menghabiskan makanan yang telah tersedia dimeja makan.
Mungkin Shizune mengganti chef
didapur. Ia bertanya-tanya bagaimana rupa chef barunya? Apakah seorang pria? Atau wanita?
Shizune memang benar-benar hebat dalam memilih orang. Dia tahu benar apa yang
ia sukai.
Sakura
berdiri dari kursinya dan
sedikit memperbaiki gaun tidur satinnya. Ia menatap jam besar yang menempel di dinding dekat dengan ruang tengah.
Sudah pukul delapan. Memang ini waktunya minum obat, pikirnya. Ia agak kecewa.
Sebenarnya Sakura
ingin sekali melihat wajah chef
barunya. Alasannya hanya untuk menyambutnya. Ia menaiki tangga besar yang
menghubungkan kamarnya. Dua langkah sudah ia menaiki anak tangga tubuhnya
terasa melayang. Apakah ini efek dari beberapa hari ini ia tak meminum obat?
Mungkin benar. Sakura tak tahan lagi. Ia terduduk di anak tangga yang
menurutnya begitu dingin. Bahkan ia tak sanggup memanggil Shizune—kepala
pelayan—dirumahnya. Tangan putihnya menekan-nekan kepalanya yang agak sakit.
Hingga akhirnya pandangannya menghitam.
...
...
Uzumaki
Naruto membuka pintu rumahnya yang terbilang sederhana. Dibelakangnya Sasuke
mengekorinya. Mereka berdua keasyikan berjalan menyusuri desa, dan tentu saja
Naruto sebagai guide mengantarkan
Sasuke dengan senang hati, kemana saja.
“Sudah
pukul delapan. Kalau kau mau mandi, silahkan saja. Kau boleh duluan.” Kata
Naruto, ia berjalan menuju kamarnya. Sebelumnya ia menyalakan lampu depan,
lampu ruang tengah, lampu kamarnya, dan terakhir lampu dapur.
“Tidak,
nanti saja.” Tolak Sasuke halus. Ia menghenyakkan pantatnya pada sofa berwarna
hitam diruang tengah. “Naruto apa benar kau tinggal disini?” Tanyanya, seraya
mengamati tiap-tiap inci ruang tengah yang ada dihadapannya.
“Kenapa?
Kau terkejut? Apa ini terlalu kecil untukmu? Dasar anak orang kaya!” Teriak
Naruto dari dalam kamarnya.
“Bukan
maksudku begitu. Dulu kau orangnya sangat berantakan—“
Dengan
cepat Naruto mendahului Sasuke yang akan melanjutkan kata-katanya. “Sasuke...
aku sudah lama berpikir bahwa tidak baik juga hidup bermalas-malasan.
Membiarkan rumahmu kotor lalu berantakan. Dipikir-pikir mengerikan juga aku
waktu dulu.” Ia keluar dari kamarnya menuju ruang tengah. Bajunya yang tadi ia
kenakan telah berganti
dengan kaos berwarna putih dan celana kain selutut.
“Kukira
kau tidak berubah sama sekali. Ternyata ada juga perubahan dalam dirimu.”
Sasuke menyeringai melirik Naruto yang kini duduk disisinya dengan ekor matanya.
“Kau
meremehkanku, ya Sas—“
“Naruto?”
Sasuke memotong pembicaraan Naruto.
“Eh?
Ada apa?” Balasnya.
“Apa
kau tahu siapa nama wanita tadi?”
Naruto
menepuk dahinya keras. “Kukira kau sudah melupakannya ketika kita berjalan
mengelilingi desa.” Katanya.
“Mana
mungkin aku bisa lupa?” Ada sebersit kegugupan dalam perkataan Sasuke, dan
Naruto menyadari akan hal itu.
“Ternyata
Uchiha Sasuke kalau sedang jatuh cinta itu begini?”
Entah itu permainan cahaya lampu atau apa, Naruto dapat melihat jelas Uchiha
Sasuke tengah merona. Ini hal yang begitu langka. Beruntung seorang Uzumaki
Naruto bisa melihatnya.
Sasuke
mencoba menutupi rasa kegugupannya. “Diamlah! Aku tidak sedang jatuh cinta!”
Katanya membela.
“Sudahlah!
Jangan mengelak! Kau juga salah, kenapa bisa-bisanya kau jatuh cinta dengan
wanita yang dianggap tak waras, sih? Memang
sih ia cantik dan wanita berada. Walaupun begitu, tetap saja ia
mempunyai kekurangan.”
“Oi!
Kenapa menyalahkanku? Memangnya rasa cinta itu dipaksakan? Rasa cinta itu
datang dengan sendirinya.”
“AHA!”
Ucapan Naruto sukses membuat Sasuke tersentak. “Apa?” Tanya Sasuke dengan
menatap Naruto tajam.
“Kau
sudah mengakuinya Sasuke. Kau memang benar-benar jatuh cinta.”
“Sudahlah
lupakan saja. Kau jangan berpura-pura mengalihkan pembicaraan Naruto. Kau pasti
tahu ‘kan nama wanita itu?”
“Walaupun
sudah kukatakan kau harus menjauhinya pasti tetap saja kau akan mendekatinya.
Aku sudah tahu perangaimu Sasuke.” Naruto mengambil remote control diatas meja kaca yang bersebrangan dengannya. Ia
menekan tombol power, lalu muncullah
sebuah gambar bergerak dan bersuara nyaring disebuah benda elektronik yang
dinamakan televisi. “Ah... ternyata acaranya sudah habis.” Naruto menggaruk
belakang kepalanya yang tak gatal. Ia menoleh kearah Sasuke yang nampaknya dari
tadi sudah menunggunya mengatakan nama wanita yang kini membuatnya tertarik.
“Baik...baik... namanya Sakura. Akasuna Sakura.”
Sasuke
nampak agak terkejut ketika Naruto mengatakan nama marga wanita itu.
“Akasuna...Sakura.” Ulangnya.
“Ada
apa?” Tanya Naruto seraya mengganti-ganti channel
televisi tanpa memerhatikan raut wajah Sasuke yang kini dilanda keterkejutan.
“Tidak
ada.” Katanya. Sasuke berpikir sebentar, ia mengangguk singkat setelah
menimbang sebuah keputusan.
“Besok
pagi antarkan aku kerumah Akasuna Sakura.”
“APA?
Kau bercanda?” Naruto terbelalak dan tanpa sengaja menghempaskan remote control dilantai.
Mata
hitam sekelam malamnya menatap datar televisi yang kini menampilkan seorang
pria memakai tux yang membawa nampan
dan diatasnya tersaji sebuah makanan restoran kelas atas.
“Tidak
Naruto. Aku serius.” Katanya datar.
...
...
To Be Continue...
[Bachootan Author]
Hehehehehe~ baru kali ini diriku memposting fanfiction animanga Naruto dengan fandom SasuSaku [Btw~ saya SS Lovers looh Kyaaaaaaaaaaaaaa~] Errr~ btw, fict ini juga pernah saya publish di akun FFn saya loooh, bagi yang merasa pernah baca, berarti ya... itulah akun saya, yang punya akun FFn silahkan bertandang ke SINI [LINK] hope you like it!!
- Home>
- Anime Fanfiction , FanFiction , Naruto , Rated T , SasuSaku >
- FF - Naruto - SasuSaku - The Woman in Shadow [Chapter I]